Ponpes Al-Anwar setelah Ditinggal KH Maimoen Zubair

Para petakziah masih ramai berkunjung ke kediaman KH Maimoen Zubair. Mereka menyampaikan rasa kehilangan yang besar. Sementara itu, proses belajar-mengajar di pondok sudah berjalan seperti biasa.
VACHRI RINALDY, Rembang- HILMI SETIAWAN, Mekah, Jawa Pos
—
JARUM jam menunjuk pukul 08.00. Pelataran Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Anwar 1 Sarang, Rembang, tampak ramai. Sepeninggal pendiri sekaligus pengasuhnya, KH Maimoen Zubair, aktivitas pondok sudah berangsur normal kemarin (7/8) .
Para santri terdengar membaca kitab kuning. Sebagian lainnya mondar-mandir keluar masuk dari gang-gang kecil sembari memeluk kitab. Di beberapa sudut tampak mereka yang santai ngopi, bersila, dan ngobrol.
Ponpes Al-Anwar 1 diperuntukkan santri putra. Di area itu terdapat dua gedung untuk mengaji. Satu warna hijau untuk santri anak-anak, satu lagi cokelat muda untuk para penuntut ilmu dewasa. Keduanya memiliki lima lantai.
Ahmad, pengurus Ponpes Al-Anwar 1, mengungkapkan, kegiatan itu berjalan seperti biasa. “Ya seperti kemarin-kemarin,” ujarnya.
Di Ponpes Al-Anwar 1 itu para santri diajak mengaji kitab. Muhammad Idhor, salah seorang putra KH Maimoen Zubair (Mbah Moen), menyatakan, Ponpes Al-Anwar memiliki beberapa lembaga. Di antaranya, lembaga salaf, madrasah aliyah, perkuliahan, dan SMK. “Kalau salaf, insya Allah akan diteruskan. Al-Anwar 1 merupakan salaf. Yang mengkaji kitab berbahasa Arab. Kitab salaf tetap dijaga,” ungkapnya.
Gus Idhor menekankan, mengaji salaf bukan berarti kuno. Dengan belajar kitab Arab, berarti ada keinginan besar untuk menjalani hidup sesuai dengan tatanan agama. “Salah satu bukti adalah beliau (KH Maimoen Zubair, Red). Sering membaca kitab Arab menjadikannya sosok yang disenangi rakyat,” ungkapnya.