Soal Kualitas Udara Jakarta, Perlu Komitmen Pemda DKI

  • Bagikan
Herman Darnel yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Sumatera Barat, menyoroti juga soal penggunaan bahan bakar pembangkit listrik.` Dijelaskan, jika bahan bakar pembangkit listrik itu berupa air atau sinar matahari, maka pembangkit listrik tersebut bisa bangkit atau hidup lagi dalam tempo sekitar 30 menit hingga satu jam setelah down. “Namun, jika bahan bakarnya adalah batu bara, maka setidaknya dibutuhkan waktu dua jam untuk bisa menghidupkan lagi pembangkit listrik tersebut,” paparnya. Dia mengakui kalau penggunaan bahan bakar berupa batu bara, air, gas dan tenaga surya masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Untuk batu bara, harganya murah dan pasokannya di dalam negeri cukup aman. Namun kekurangannya memang emisinya lebih tinggi dan agak lamban dalam merespon pemadaman listrik. Sementara bahan bakar air, harganya cukup mahal dan kontinuitas pasokannya tidak bisa terjamin sepanjang tahun karena adanya musim kemarau, dimana debit air yang masuk akan berkurang. “Kelebihan dari tenaga air adalah kadar emisinya rendah dan lebih cepat merespon,” ujar Herman. Kondisi serupa juga terjadi pada bahan bakar berupa tenaga surya. Selain harganya lebih mahal, pasokannya juga tidak bisa terjamin sepanjang hari. Adapun kelebihan dari tenaga surya selain rendah emisi gas buang juga cepat merespon. Herman mengakui, dalam kondisi di mana tuntutan pelanggan bagi tarif listrik yang murah dan terjamin kontinuitas pasokan bahan bakar, penggunaan bahan bakar batu bara masih dibutuhkan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan