Gernas Kakao Mesti Dievaluasi

FAJAR.CO.ID,MAKASSAR-- Anjloknya produksi kakao mesti disikapi serius. Apakah program gerakan nasional (gernas) kakao tepat sasaran.
Pakar Pertanian Universitas Hasanuddin, Prof Laode Hasrul, mengungkapkan, setelah gernas kakao berakhir produksi petani juga ikut anjlok. Menurutnya, pemerintah mesti serius menggenjot komoditas ekspor tersebut."Paling terpenting adalah, menerapkan manajemen dan teknologi," ujar Laode,
Rabu, 21 Agustus.
Menurut Laode, negara penghasil kakao dunia seperti Pantai Gading, telah menerapkan Best Management Practices (BMP). Indonesia juga mesti menerapkan itu untuk memperbaiki kembali produksi kakao. "Program akselerasi peningkatan produksi dan mutu kakao perlu dimulai," bebernya.
Untuk mempercepat pengembangan agribisnis kakao, tuturnya, diperlukan peningkatan produktivitas dan mutu. Perlunya penelitian dan pengembangan, termasuk pemetaan wilayah dan pembentukan grand design yang handal, terfokus dan berkelanjutan. "Misalnya kondisi iklim, bibit, maupun cara perawatan," ujarnya.
Laode menambahkan, upaya meningkatkan produktivitas dari 610 kilogram per hektar menjadi 1.000 kg per hektar merupakan peningkatan yang tinggi. Naik sebesar 39,0 persen.
Tetapi apabila dipandang dari sudut potensi riil, kakao menghasilkan gula biji kering dapat mencapai 1.500 kilogram per hektar atau lebih. Maka peningkatan dari 610 kilogram per hektar menjadi 1.000 kilogram per hektar biji kakao bukanlah hal yang berada di luar jangkauan. "Angka ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas memang menjadi tantangan utama," bebernya.