Iuran BPJS Naik, Masyarakat Menjadi Korban

  • Bagikan
Ahmad Iskandar Mahasiswa PPS FKM Unhas   Kenaikan besaran iuaran BPJS Kesehatan, telah menjadi fokus perhatian dan menimbulkan resistensi masyarakat, tidak tangung-tangung, kenaikannya mencapai 100 persen. Sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, besaran kenaikan iuran kelas 1 dari Rp80.000 menjadi Rp160.000, kelas II yang tadinya Rp51.000 menjadi Rp110.000, sementara untuk kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 per orang. Jika benar terealisasi, Maka Rumah Tangga yang berisikan 6 orang dan mendaftar untuk kelas I wajib membayar Rp960.00 setiap bulannya. Angka yang tentunya tidaklah kecil. Pada saat yang sama langkah menaikkan iuran BPJS dianggap bukanlah kenaikan, melainkan penyesuaian tarif dan digunakan untuk menutupi defisit BPJS.   Mengapa BPJS defisit? Skema pembayaran dari BPJS, dimaksudkan agar terjadi sharing pembiayaan dengan konsep subsidi silang, sehingga biaya sakit tidak hanya ditanggung oleh yang sakit, tetapi juga bagi yang sehat. Tentunya tidak ada yang salah dari hal tersebut, menjadi masalah kemudian, karena sejak 2014 BPJS terus-menerus mengalami defisit dan bahkan trenya meningkat setiap tahun, diperkirakan hingga tahun 2019 mencapai Rp32,8 T. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan, defisit terjadi akibat ketimpangan antara penerimaan iuran dan pembayaran klaim. Sejak 2014 pembayaran klaim sebesar Rp42,65 T sementara penerimaan iuran Rp40,71 T. Hal ini terus berlanjut dan pada semester I tahun 2019 penerimaan iuran sebesar Rp44,5 T dan pembayaran klaim RS Rp51,61 T.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan