Ketua KPK Agus Rahardjo: RUU Berisiko Lumpuhkan Kerja KPK

“Lembaga-lembaga KPK di beberapa negara di dunia telah menerapkan sumber terbuka penyidik yang tidak harus dari kepolisian, seperti: CPIB di Singapura, ICAC di Hongkong, MACC di Malaysia, Anticorruption Commision di Timor Leste, dan lembaga antikorupsi di Sierra Lone,” tegas Ketua KPK Agus Rahardjo.
Upaya pelemahan juga terjadi pada penuntutan. Nantinya penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung. Hal ini beresiko mereduksi independensi KPK dalam menangani perkara dan akan berdampak pada semakin banyaknya prosedur yang harus ditempuh sehingga akan memperlambat penanganan perkara.
Segala cara dinilai akan memperhambat kinerja KPK, bahkan perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria. Padahal ini bertentangan dengan Pasal 11 huruf b UU KPK yakni, perkara mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat.
“Padahal pemberantasan korupsi dilakukan karena korupsi merugikan dan meresahkan masyarakat dan diperlukan peran masyarakat jika ingin pemberantasan korupsi berhasil,” tegas Ketua KPK Agus Rahardjo.
Selain itu, upaya pelemahan juga terjadi pada pemangkasan kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan. Agus menyebut, pengambilalihan perkara hanya bisa dilakukan untuk proses Penyelidikan. “KPK tidak lagi bisa mengambil alih penuntutan sebagaimana sekarang diatur di Pasal 9 UU KPK,” terang Ketua KPK Agus Rahardjo.
Upaya kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan pun dihilangkan. Nantinya, KPK tidak lagi bisa melarang saksi maupun tersangka korupsi ke luar negeri, meminta keterangan perbankan, menghentikan transaksi keuangan yang terkait korupsi dan meminta bantuan Polri dan Interpol.