Prediksi Indo Barometer, DPR di Bawah Pimpinan Puan Maharani Bobol Kamar Wanita Cantik Pekerja THM, Pelaku Lakukan Ini Melanggar Aturan, Kementan Cabut 1.647 Izin Merek Pestisida Fadel Muhammad Incar Ketua MPR, Lobi Megawati Soekarnoputri Distribusi Air PDAM Tirta Mangkaluku Digilir Selama KemarauSekretaris Kabinet, Pramono Anung, menyebut Presiden Jokowi ingin semua pasal yang dianggap kontroversial dalam RUU KUHP dihapus. “Presiden sudah meminta untuk penundaan dan bicara secara mendalam kepada tokoh-tokoh masyarakat, mahasiswa, perguruan tinggi, agar tidak timbul kecurigaan. Pasal-pasal yang menimbulkan kontroversi, yang belum fix, lebih baik dikeluarkan saja. Jangan ada pasal multitafsir. Seperti UU ITE yang bisa multitafsir akan merugikan masyarakat. Itu permintaan presiden,” kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/10). Dia mengatakan memang tidak mudah memutuskan sesuatu dalam sistem demokrasi yang sangat terbuka. “Sebab, semua orang bisa mengkritik apa saja,” imbuhnya. Semangat mengubah KUHP Belanda itu dimulai pada 1963. Di DPR, perdebatan RUU KUHP juga telah berlangsung selama 13 periode. RUU KUHP juga telah melintasi 7 presiden. Yakni Presiden Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi. (fin)
Parpol Koalisi Satu Suara Soal Perppu KPK, Ini Kesepakatannya

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Terlebih, partai politik (parpol) koalisi sudah meminta kepala negara menahan diri agar tidak terburu-buru memutuskan kebijakan tersebut.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan, parpol koalisi sudah satu suara meminta Presiden Jokowi tidak buru-buru mengeluarkan Perppu KPK. Hal itu disampaikan dalam pertemuan lima ketua umum koalisi dengan Jokowi di Istana Bogor pada Senin (30/9) malam lalu.
Lima ketua umum yang hadir saat itu adalah Megawati Soekarnoputri (PDIP), Airlangga Hartarto (Golkar), Surya Paloh (NasDem), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Suharso Monoarfa (PPP). Menurutnya, Jokowi sepakat menunggu proses judicial review yang saat ini sudah berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) daripada mengeluarkan Perppu terhadap UU KPK yang baru direvisi.
“Jadi kita tunggu dulu bagaimana proses di MK itu. Yang jelas presiden bersama seluruh partai-partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama. Untuk sementara belum terpikirkan mengeluarkan Perppu,” tegas Surya Paloh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10).
Dia menyebut polemik yang muncul karena aksi politisasi. Tujuannya menimbulkan hilangnya kepercayaan terhadap Jokowi selaku pemimpin negara. Meski Perppu belum pasti akan terbit, Paloh memastikan sejumlah Revisi Undang-undang yang bermasalah statusnya akan tetap ditunda.
Sementara itu, anggota DPR RI Yasonna Laoly meminta Presiden Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK. Tindakan itu akan membuat pemerintah terlihat tidak konsisten. Mantan Menkumham itu menyarankan pemerintah membiarkan UU tersebut diterapkan lebih dulu. “Jika tetap ingin merevisi, pemerintah harus membuat legislative review atau pengkajian ulang di tingkat legislatif. Kita atur secara konstitusional. Kalau nanti belum sempurna, bisa dilakukan perbaikan lagi. Nggak ada masalah,” ujar Yasonna.
Terpisah, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, memprediksi Presiden Jokowi akan mengambil langkah mengabaikan partai pengusungnya. Sebab, jika Jokowi tetap manut pada parpol koalisi yang menyarankan tidak mengeluarkan Perppu, maka kekuasaannya bisa goyah. “Karena jika Perppu tidak diterbitkan, efeknya besar. Jokowi bisa goyah kekuasaannya. Walaupun PDIP menolak Presiden untuk menerbitkan perppu. Namun sepertinya Presiden dengan sangat terpaksa akan tetap mengeluarkan Perppu,” ucap Ujang.