Terlibat KDRT, Calon Tidak Bisa Bertarung di Pilkada

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan narapidana koruptor dilarang menjadi peserta pemilu. Meski belum final, lembaga penyelenggara pemilu berencana mencantumkan syarat tambahan. Yakni calon tidak pernah terlibat kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Usulan tersebut nantinya akan dimasukkan pada draf Rancangan Peraturan KPU Pilkada 2020. Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan mengatakan, sejumlah rencana aturan baru tersebut muncul saat KPU menggelar diskusi. Selain soal terlibat KDRT, persoalan lain seperti judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, berzina serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya akan dimasukkan pada Rancangan PKPU. “Kita juga berpikir mencantumkan secara eksplisit. Dan itu juga muncul dalam diskusi. Tetapi secara teknis belum kita cantumkan dalam draf,” kata Wahyu di Jakarta, Rabu (2/10). Persyaratan calon kepala daerah tersebut akan masuk dalam Rancangan PKPU pada Pasal 4 poin J yang menyebutkan calon kepala daerah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. “Ini tambahan yang dapat disampaikan. Kami mohon respons dari para pemangku kepentingan,” tandasnya. Sementara itu, pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing mengatakan memang sebaiknya aturan larangan mantan koruptor diperluas. Menurutnya, bukan hanya mantan narapidana koruptor saja yang dilarang ikut kontestasi lima tahunan. Tetapi, mereka yang pernah divonis pidana juga harus dilarang ikut.
Proyek Kantor Gadis, Dinas PRKP Harap Pengawalan TP4D Dosen Abdul Basith Tersangka, Ini Pernyataan Kampus IPB Jokowi Membuka Dialog, Ini Pernyataan Benny Wenda Parpol Koalisi Satu Suara Soal Perppu KPK, Ini Kesepakatannya Prediksi Indo Barometer, DPR di Bawah Pimpinan Puan Maharani
Akademisi Universitas Pelita Harapan ini menegaskan, mereka yang pernah tersangkut kasus dinilai sudah cacat secara hukum. Menurutnya, masih banyak sosok maupun kader dari parpol yang bersih secara hukum dan memiliki kapasitas. “Menurut hemat saya, jangan hanya mantan koruptor. Mereka yang pernah terpidana dan melakukannya secara sengaja harus dilarang ikut. Masyarakat harus memilih kandidat terbaik. Bukan disuguhkan mereka yang pernah terjerat kasus hukum,” kata Emrus kepada Fajar Indonesia Network (FIN). Dia menilai jika munculnya fenomena peserta pemilu mantan koruptor bermula dari kurangnya integritas partai dalam memberantas korupsi. Partai sebagai kendaraan politik, pasti tahu latar belakang calon yang diusung. Hanya saja, keinginan partai dalam memberantas korupsi belum kuat. Dia menganalisa mengapa mantan koruptor masih bisa dicalonkan dalam pemilu. Menurutnya, lobi-lobi serta finansial masih sangat kuat di internal partai. “Sudah menjadi rahasia umum jika ingin maju dalam kontestasi pemilu harus memiliki modal yang cukup,” pungkasnya. (fin)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan