FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia bisa keluar dari jebatan pendapatan menengah atau middle income trap pada 2045 Rp 27 juta per bulan atau setahun Rp320 juta, dinilai ekonom hanya jualan mimpi.
Peneliti Istitute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira juga menyesalkan kenapa Jokowi dalam pidato usai pelantikan tidak menyinggung sama sekali soal resesi, perang dagang atau instabilitas. Padahal, gejolak itu ada hubungannya dengan langkah strategis yang akan diambil lima tahun ke depan.
“Sense of crisis-nya tidak kelihatan. Jadi masih jualan mimpi,” ujar Bhima kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (21/10).
Lanjut Bhima, bahwa keinginan mantan Gubernur DKI Jakarta bak jauh panggang dari api. Artinya tidak mungkin bisa terwujud karena dalam lima tahun ke depan tantangan perekonomian semakin berat. Sementara untuk merealisikan target itu dibutukan pertumbuhan ekonomi 9-10 persen secara konsisten. Saat ini, saja diangka 5 persen sudah berat sekali.
“Jadi mimpinya masih ambisius di saat negara-negara lain di dunia mengalami slowdown dengan pertumbuhan yang rendah,” ucap Bhima.
Bhima juga membaca arah pemerintah lima tahun ke depan, yakni untuk memfokuskan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, simplikasi, birokrasi, dan inovasi. “Presiden ini ke sektor yang high tech atau bernilai tambah tinggi,” ujar Bhima.
Terpisah, Peneliti CSIS Fajar B Hirawan menghitung bahwa pada 2018 produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia mencapai 4.200 atau Rp6 juta per tahun atau Rp5 juta per bulan. Artinya, untuk mewujudkan keinginan Rp27 juta per bulan, Indonesia memerlukan pertumbuhan 16-17 persen setiap tahun.