Beka menuturtkan, TPF juga menerima laporan orang hilang dari masyarakat sebanyak 32 orang pasca aksi massa 21-23 Mei 2019. Setelah melakukan penelusuran, keseluruhan orang yang dilaporkan hilang itu telah ditemukan. Sebagian di antaranya ditangkap dan ditahan oleh Polri serta dilakukan diversi ke panti sosial anak bagi pelaku anak-anak.
TPF berpendapat, laporan orang hilang ini muncul lantaran lemahnya akses atas keadilan dan administrasi manajemen penyelidikan serta penyidikan Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Perkap Nomor 14 Tahun 2012. “Penangkapan dan penahanan tanpa menginformasikan kepada pihak keluarga dan kuasa hukum adalah pelanggaran HAM terhadap hak-hak tersangka,” tandas Beka.
Komisioner Komnas HAM Amiruddin menyatakan, atas temuan TPF ini pihaknya merekomendasikan sejumlah hal. Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengupayakan langkah-langkah strategis untuk mencegah peristiwa serupa terulang. Demi tujuan itu, Komnas HAM meminta Jokowi untuk memastikan Polri menindaklanjuti proses hukum terhadap semua pelaku yang mendorong terjadinya kekerasan dalam peristiwa 21-23 Mei 2019.
“Membenahi sistem Pemilu dan Pilpres agar menjadi lebih baik dan ramah HAM, terutama mendorong partai-partai politik untuk lebih mengutamakan program politik dan mencegah penyebaran kebencian (hate speech) dalam proses Pemilu dan Pilpres,” kata Amiruddin.
Selain kepada presiden, rekomendasi turut dilayangkan kepada Polri. Amiruddin meminta Polri untuk segera mengungkap pelaku utama yang merancang dan bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan dalam peristiwa tersebut. Penyelidikan dan penyidikan atas meninggalnya 10 korban lantaran tertembak dan mengalami kekerasan benda tumpul, menurut Amiruddin, harus dilanjutkan. Hal ini untuk mencegah beredarnya senjata api ilegal di masyarakat.