FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pemeriksaan kesehatan masyarakat peserta BPJS Kesehatan harus melalui rujukan berjenjang.
Kebijakan BPJS Kesehatan tentang rujukan berobat yang harus melalui rumah sakit tipe C sebelum ke tipe B, dan dan A, menuai protes dari DPRD dan Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Kebijakan tersebut sangat menyulitkan masyarakat khususnya yang ada di Kota Makassar. Sebab, tercatat hanya ada lima rumah sakit (RS) tipe C dengan jumlah penduduk 1,3 juta orang.
"Bayangkan jumlah penduduk tidak seimbang dengan RS tipe C. Ini banyak dikeluhkan asosiasi perawat," kata Ketua Komisi A DPRD Kota Makassar, Abd Wahab Tahir saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Kesehatan Makassar dan BPJS Kesehatan Kota Makassar, Senin, 28 Oktober.
Aturan tersebut membuat pasien membeludak di RS tertentu. Tidak hanya itu saja, kata Wahab, pihak BPJS Kesehatan begitu mudah melakukan pemblokiran pelayanan bagi warga yang tidak melalui proses dan RS tipe C.
"BPJS langsung saja memblokir atau tidak melayani peserta yang langsung ke tipe B. Inilah yang kami pertanyakan dengan pihak BPJS," katanya.
Padahal, sebelumnya masyarakat bisa memilih rumah sakit rujukan yang dekat tempat tinggalnya. "Mekanisme baru ini membuat pasien harus menempuh rujukan yang panjang. Ini seperti model layanan kesehatan model shopping," katanya.
Ia memberi contoh misalnya ada pasien yang tinggal di sekitar Kecamatan Tamalate. Dengan kebijakan baru ini, pasien tidak bisa dirujuk ke RS yang dekat dengan rumahnya, harus cari dulu RS Tipe C. "Inikan sangat menyulitkan masyarakat," sesalnya.
Parahnya lagi, karena kebijakan tersebut BPJS Kesehatan Kota Makassar disinyalir telah melakukan deal-deal dengan pihak rumah sakit swasta untuk meraup keuntungan.
Kecurigaan itu disampaikan Anggota Komisi D lainnya, Irwan Djafar. Penilaian pribadinya, setelah RDP antara Komisi D bersama Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan Kota Makassar serta Asosiasi Perawat, ada dugaan kebijakan BPJS Kesehatan terkait sistem pelayanan hanya menguntungkan pihak RS swasta.
"Misalnya ada warga sakit dan tinggal jauh dari lokasi rumah sakit bertipe C, sementara di sana ada RS tipe B. Itu tidak bisa dirawat akibat aturan BPJS ini," katanya.
Selain itu yang menambah kecurigaan Irwan adalah RS tipe C di Makassar memang didominasi RS swasta, sehingga menguatkan dugaan pihak BPJS Kesehatan telah punya deal-deal menguntungkan pihak RS. "Kuat dugaan seperti itu, tapi ini disinyalir yah,” jelasnya.
Anggota Komisi D lainnya, Fatma Wahyuddin menambahkan awalnya RDP yang mempertemukan pihak Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan Makassar terkait klaim RSUD Daya yang tidak dibayarkan pihak BPJS Kesehatan senilai Rp12 miliar.
Namun di rapat justru mengungkap persoalan lain, seperti pemblokiran keanggotaan peserta oleh BPJS Kesehatan. "Tunggakan sebesar Rp12 miliar, setelah dikonfirmasi, BPJS Kesehatan hanya mengakui Rp7,3 miliar. Perhitungannya berdasarkan kelengkapan administrasi penagihan," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, Naisyah T Asikin mengatakan, BPJS Kesehatan seharusnya tidak mengeluarkan aturan sendiri yang berpotensi merugikan masyarakat. "Yang tahu data itu kan kami. Keluhan masuk di Dinkes dari warga dan pihak rumah sakit," katanya.
Silang pendapat antara Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan terjadi di ujung RDP tersebut. "Iya, kami tidak menahu soal itu. Itu sudah aturan. Pemblokiran kami tidak pernah lakukan," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar, Greisthy Borotoding. Rencananya, rapat lanjutan terkait ini akan dilakukan kembali pada, Sabtu, 3 November mendatang. (taq/fajar)