FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Peraturan presiden (perpres) terkait dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akhirnya terbit. Sejumlah kalangan berpendapat besaran kenaikan terlalu tinggi. Selain itu, masyarakat miskin yang belum ter-cover sebagai penerima bantuan iuran (PBI) bakal terdampak.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai, ada pemaksaan kenaikan tarif untuk kelas III. Sejak awal, pihaknya berharap tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III tidak dinaikkan. ’’Tetapi, akhirnya dinaikkan juga,’’ kata Timboel tadi malam (29/10).
Dalam Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III naik menjadi Rp42 ribu per orang per bulan.
Menurut Timboel, berdasar data sistem terpadu kesejahteraan sosial, ada 99,3 juta orang miskin. Sementara itu, orang miskin yang masuk PBI dan iurannya ditanggung APBN sebanyak 96,8 juta orang. Dengan kata lain, sekitar 2,5 juta jiwa orang miskin akan terbebani kenaikan biaya BPJS Kesehatan.
Timboel menyatakan, ada alibi bahwa orang miskin tidak terdampak kenaikan BPJS Kesehatan karena masuk PBI. Nyatanya, masih banyak orang miskin yang tidak masuk kelompok PBI. ’’Mau masuk susah karena APBN terbatas,’’ ujarnya.
Dia mengungkapkan, APBN 2020 sudah diputuskan PBI tetap di angka 96,8 juta jiwa. Belum lagi, dari jumlah tersebut ditengarai masih ada orang-orang kaya yang terselip di dalamnya. Memang ada upaya penyisiran data, tetapi belum benar-benar bersih.
Di sisi lain, kenaikan untuk kelas II dan I dinilai terlalu tinggi. Pihaknya khawatir kelompok kelas ekonomi menengah malah turun menjadi peserta kelas III. Akibatnya, fasilitas kamar rawat inap kelas III bakal semakin padat.