FAJAR.CO.ID - Setiap generasi lahir untuk menciptakan sejarah. Mereka datang untuk mengusung suka, duka, dan cinta sebagai wujud warna pada setiap masanya.
Setiap generasi wajib mempelajari sejarah leluhurnya, mempelajari suka duka perjuangan hidup mereka, mempelajari keberhasilan dan kegagalan dalam mengahadapi berbagai tantangan hidup.
Sehingga dari generasi ke generasi berikutnya dapat tercapai perekonomian, peradaban, dan perikemanusiaan yang lebih tinggi dari generasi sebelumnya. Untuk mempelajari hal tersebut, maka dibentuklah sebuah tempat untuk belajar yang disebut dengan sekolah.
Sekolah adalah tempat untuk mengenyam pendidikan, guna memahami berbagai persoalan realitas yang ada serta belajar menerapkan budaya humanis dalam bahasa bugisnya Sipakatau (saling memanusiakan).
Hingga sampai saat ini, mereka yang bersekolah tak sedikit yang bercita-cita ingin menjadi presiden, polisi, tentara, dokter, pengusaha bahkan menjadi seorang profesor dan lain-lain. Tak sampai disitu, ada pula banyak yang mengalami putus sekolah karena keinginan sendiri serta hal yang paling menyedihkan yaitu karena permasalah ekonomi keluarga.
Seiring dengan waktu, mereka yang telah bercita-cita banyak yang tak kunjung mendapat hasil sesuai apa yang mereka inginkan, sehingga tak sedikit dari mereka mengalami depresi bahkan hingga berujung pada bunuh diri. Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi? apakah karena takdir? ataukah karena mereka tidak berusaha?
Sebelum kita justifikasi hal tersebut, baiknya mari kita analisis dampak dari permasalahan yang ada. Sebelumnya saya akan menjelaskan esensi dari sekolah terlebih dahulu agar tulisan ini tidak keluar dari bingkai filosofi sekolah.