FAJAR.CO.ID, NETHERLANDS -- Kehadiran penasihat negara Myanmar Aung San Suu Kyi di Belanda, Selasa (10/12) menjadi buah bibir seluruh dunia. Penerima Nobel Perdamaian itu langsung datang ke Mahkamah Internasional untuk memimpin tim pembela pemerintah Myanmar. Selama tiga hari, dia bakal menjalani sidang dalam gugatan kejahatan genosida di Negara Bagian Rakhine.
Di ruang sidang, wajah Suu Kyi dingin mendengarkan pembukaan dari jaksa penuntut Aboubaccar Tambadou. Menteri keadilan Gambia itu mewakili negaranya dan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menggugat rezim Myanmar. Mereka meminta otoritas menghentikan kekejaman kepada kaum Rohingya.
’’Boleh dibilang ini adalah perselisihan antara Gambia dan Myanmar. Kami meminta Myanmar menghentikan genosida yang terjadi,’’ tuturnya sebagaimana yang dilansir Agence France-Presse.
Saat ini citra Myanmar di mata publik internasional tercemar akibat isu Rohingya. Sebanyak 740 ribu jiwa melarikan diri ke Bangladesh sejak penindasan tentara Myanmar mulai 2017. Penyelidik PBB sudah memastikan bahwa operasi militer Myanmar juga diikuti dengan pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan secara masal. ’’Anak-anak dibakar hidup-hidup bersama rumah mereka,’’ ungkap Tambadou.
Kuasa hukum Gambia menyebut beberapa kasus miris mengenai korban Rohingya. Misalnya, kasus perempuan yang menyaksikan anak kandungnya yang masih berusia setahun dipukuli hingga mati. Atau, perempuan hamil delapan bulan yang diinjak-injak, lalu diperkosa berkali-kali.
Suu Kyi yang mengenakan baju tradisional Burma masih saja bungkam. Sejak tiba di bandara, dia memang tidak mengucap satu kata pun. Dia, rupanya, sabar menunggu waktu pembelaan Myanmar yang dijadwalkan pada Rabu (11/12).