Oleh: Jeri Wongiyanto
(Pengamat Film)
TERKUAK sudah asal usul lahirnya kuntilanak dalam film “Mangkujiwo” karya sutradara Azhar Kinoi Lubis (“Kafir” (2018), “Ikut Aku ke Neraka“ 2019)). Urban legend yang sangat dikenal masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Hadirnya sosok kuntilanak ternyata merupakan akibat perseteruan dari dua tokoh bernama Brotoseno (Sujiwo Tejo) dan Tjokrokusumo (Roy Marten) yang memperebutkan kekuasaan atas loji pusaka (benda-benda keramat) dari keraton.
Dikisahkan Broto yang berhasil disingkirkan Tjokro dengan berbagai macam firnah di hadapan Sinuhun Raja, memiliki niat jahat untuk membalas dendam. Broto kemudian memanfaatkan Kanti, seorang gadis desa yang dipasung dan dianggap gila karena sedang mengandung anak setan.
Sementara Tjokro yang menguasai berbagai macam benda pusaka, justru menjual benda-benda itu kepada pihak asing, tidak menyadari bahwa kekuatan ilmu hitam Broto mulai mengusik hidupnya. Ia juga harus menerima kenyataan bahwa anaknya tewas akibat bisnis gelapnya itu.
Kanti yang kini dikuasai oleh Broto, mulai menyadari bahwa dirinya hanya dijadikan alat untuk membalas dendam. Dalam keadaan tersiksa dan dipasung, Kanti harus berupaya untuk bunuh diri agar penderitaannya berakhir. Dalam usahanya itu, ia dibantu oleh Sadi (Septian Dwi Cahyo), anak buah Broto. Apakah Kanti berhasil melepaskan diri dari Broto? Lalu bagaimana nasib jabang bayi yang dikandungnya? Temukan jawabannya dalam film ini.
Film Mangkujiwo mengambil setting tahun 1970an. Setting desa terpencil dengan tone yang kelam serta scor musik apik mampu membuat penonton merinding dan mencekam. Ditambah dengan alunan suara dari sinden bisa membuat bulu kuduk penonton berdiri. Sejak awal film dimulai, penonton diajak serius menyimak scene demi scene agar dapat memahami jalinan kisah yang terfokus pada aktor kawakan Sujiwo Tejo sebagai Brotoseno.