Untuk bisa menaikkan lagi harga migas itu OPEC menggunakan ide lama: kurangi produksi. Agar migas agak langka. Lalu harga akan naik dengan sendirinya.
Ide lama itulah yang juga dibahas di sidang OPEC terakhir --5 Maret kemarin di Austria, kantor pusat OPEC.
Arab Saudi, sebagai produsen terbesar, sudah bersedia menurunkan produksi minyaknya. Dari 11 juta barel ke 10 juta barel/hari.
Tapi negara lain keberatan. Itu karena produksi mereka tidak terlalu banyak. Saudi-lah yang diharapkan menurunkan lebih banyak lagi.
Belum lagi agenda itu tuntas dibicarakan muncul realitas lain: Rusia.
Rusia bukanlah anggota OPEC. Kalau hanya anggota OPEC yang menurunkan produksi, itu hanya akan menguntungkan Rusia.
Maka OPEC juga harus merayu Rusia. Agar mau mengikuti keputusan OPEC.
Rusia menolak.
Arab Saudi dan Mohammed bin Salman (MbS) marah. Marah sekali. Ngamuk.
Saudi bikin keputusan sepihak: banting harga. Jual minyak dengan harga diskon besar-besaran. Tinggal 30 dolar/barel.
Saudi juga akan meningkatkan produksi minyaknya. Semaunya pula. Menjadi 12 juta barel/hari. Penurunan pendapatannya ditutup dari kenaikan produksinya.
Rusia akan mati.
Amerika akan pingsan.
Indonesia klepek-klepek.
MbS kok dilawan.
Yang tertawa ngakak kayaknya Xi Jinping. Juga Narendra Modi.
Indonesia juga bisa sedikit tersenyum. Apalagi Pakistan.
Tiongkok yang baru terpukul virus Corona langsung mendapat sumber energi sangat murah. Termurah sepanjang sejarah reformasi ekonominya.
Demikian juga India.
Dan Indonesia akan ikut menikmati: subsidi BBM yang mencapai lebih Rp 100 triliun itu akan langsung hilang.