FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Siang itu memang tampak panas. Aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law di Makassar diwarnai sedikit insiden laka lantas, Jumat, 13 Maret 2020.
Kendaraan yang melaju dari arah Kabupaten Takalar memang tampak macet. Tumpukan kendaraan tak bisa dihindari.
Disebabkan ada massa yang berkumpul di tengah jalan, saat aksi unjuk rasa di jalan Sultan Alauddin, tepatnya di perbatasan Gowa-Makassar digelar.
Akibat dari tumpukan kendaraan itu, satu mobil truk warna hijau dan satu mobil putih yang berpenumpang bersenggolan. Tampak bagian pintu belakang sebelah kanan mobil putih itu bersentuhan dengan badan truk.
Supir truk yang dikendarai oleh seorang pria memakai baju kaus hitam tampak kewalahan. Dia pun mencoba mundur, agar truk dan mobil putih disampingnya bisa saling berjauhan.
Namun apalah daya. Penglihatan supir itu minim. Supir tak bisa lihat semua kendaraan di bawahnya. Karena truk yang ia kendarai memang tinggi.
Akhirnya saat truk itu memutuskan untuk mundur. Namun pintu sebelah kanan mobil putih tersebut lecet. Bahkan sedikit penyok. Suaranya terdengar jelas.
Sang supir mobil putih dan beberapa penumpangnya pun keluar dari mobil. Meminta agar supir truk itu segera bertanggung jawab.
"Saya tidak mau. Keluarkan dulu supir truk itu. Selesaikan ini," kata seorang penumpang, dari mobil putih tersebut dengan emosi.
Namun aparat kepolisian nampaknya ingin memediasi kedua belah pihak. Agar masalah itu tidak berlarut.
Aksi unjuk rasa tersebut memang membuat kemacetan kendaraan. Seperti kendaraan yang melaju dari arah Kabupaten Takalar, dan dari arah jalan AP Pettarani, Kota Makassar.
Massa menentang soal rencana pemberlakuan Omnibus Law, yang akan berdampak buruk pada kaum buruh lokal di Indonesia.
"Rancangan Undang-undang ini akan menjadi UU yang akan memangkas jaminan sosial, pesangon terhadap tenaga kerja. Rancangan ini akan mengurangi hak progatif oleh perusahaan dalam mengatur pesangon dan jaminan sosial," kata Jenderal Lapangan, Muh Nur Hidayat, di lokasi, Jumat (13/3/2020).
Olehnya itu, massa mengatas namakan dirinya sebagai Front Masyarakat Berlawan menolak mentah-mentah Omnibus Law Cipta Kerja di Indonesia. (Agus)