Kasus Corona Meningkat 227 Penderita, Nilai Tukar Rupiah Ambles

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID -- Wabah virus corona kini semakin mengkhawatirkan. Betapa tidak, data terbaru yang diumumkan di situs resmi milik Pemprov DKI Jakarta menunjukkan bahwa jumlah penderita terus meningkat.

Terbaru, jumlah kasus covid-19 kini menyerang 227 orang di Indonesia. Dari jumlah itu, 19 orang di antaranya meninggal dunia, 11 orang dinyatakan sembuh. Sementara sisanya, 197 orang masih dalam perawatan.

Sementara itu, nilai tukar rupiah ikut terdampak atas merebaknya virus corona. Rupiah menembus angka 15 ribu per dolar Amerika Serikat (USD) pada Selasa (17/3) kemarin. Tepatnya di angka Rp 15.187,50. Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga ambles dengan finis di zona merah.

Analis pasar modal Hans Kwee menilai pandemi virus korona baru (Covid-19) menjadi penyebab. Banyak investor asing yang menarik diri dari pasar modal dan lebih memilih safe haven untuk menyimpan aset.

"Kita tidak bisa mencegah (investor, Red) asing keluar. Mengingat, jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 di dalam negeri juga meningkat,’’ kata Hans kepada Jawa Pos kemarin.

Wajar, lanjutnya, jika kemudian kondisi pasar modal dan keuangan tanah air terpukul. Sejak perdagangan pasar modal dibuka, IHSG terkoreksi 61 poin atau 1,3 persen di posisi 4.629. Indeks LQ45 melemah 14 poin (1,9 persen) ke posisi 717. Pada pukul 15.02, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat memberhentikan perdagangan sementara (trading halt). Sebab, IHSG terpantau merosot 5 persen ke posisi 4.456. Hingga penutupan, IHSG finis di 4.456,75 atau turun 233,91 poin.

Menurut Hans, untuk menyelamatkan pasar modal Indonesia, dibutuhkan peran investor lokal. Diharapkan, mereka tidak ikut-ikutan latah menjual saham. Yang harus dilakukan adalah tetap tenang. Seharusnya momentum saat ini dimanfaatkan untuk belanja saham. Memetakan emiten yang memiliki kinerja cemerlang untuk membeli saham mereka.

’’Ketika nanti harganya kembali naik, saham bisa dijual. Pengalaman saya di setiap krisis selalu mendatangkan keuntungan,’’ ungkap pria yang juga menjabat direktur PT Anugerah Mega Investama tersebut.

Sementara itu, ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi kondisi pelemahan rupiah saat ini berlangsung hingga beberapa waktu ke depan. Prediksi itu didasarkan pada beberapa kondisi yang terus memicu sentimen negatif.

Bhima menyebut kebijakan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang kembali menerapkan program quantitative easing (QE) sebagai salah satu faktor pemicu pelemahan nilai tukar. Sebagaimana diketahui, AS kembali menerapkan QE senilai USD 700 miliar. QE adalah kebijakan moneter nonkonvensional yang dipakai bank sentral untuk mencegah penurunan suplai uang saat kebijakan moneter standar mulai tidak efektif.

“Nah, QE ini dilakukan ketika kondisi mendekati resesi. Ini nggak beresnya di situ. Jadi, kondisi ini persis seperti (krisis) 2008–2009, kondisi yang sedang nggak bagus,” ujarnya. (bs-jpnn)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan