Oleh: Midian Halomoan Saragi
(Praktisi Perbankan BUMN)
Di seluruh belahan dunia saat ini khususnya di daratan Eropa dan Amerika sedang terjadi distrubsi yang disebabkan oleh penularan virus corona tidak terkecuali Indonesia. Sebagian besar negara-negara sudah melakukan protokol lockdown dengan melarang aktivitas bisnis, aktivitas sekolah dan perkuliahan serta perkantoran, pokoknya aktivitas pertemuan fisik manusia.
Semua seolah sekonyong-konyong terhenti sejenak. Kota-kota besar yang terkenal dengan traffic-jam dan tingkat polusi yang sangat parah sekarang sepi, lengang dengan udara yang sudah relatif bersih.
Baru saja dunia dicemaskan pertikaian terbuka USA dan RRC dalam perang dagangnya. Kemudian, musibah ini pun terjadi yang justru tidak menghentikan gesekan di antara dua negara besar itu. Krisis pandemi covid-19 ini malah seperti siraman bensin yang memperpanas tensi ketegangan di antara keduanya.
Ini pun menjadi suatu misteri apakah pertikaian ini adalah settingan semata ataukah suatu persaingan nyata. Tidak ada yang tahu persis apa sebenarnya yang terjadi hingga saat ini. Covid-19 masih menjadi misteri besar dengan beribu bahkan berjuta teori liar perihal penyebab dan cara penyelesaiannya.
Apakah pandemi ini akan mampu diatasi dalam jangka pendek, atau mungkinkah akan molor ke jangka yang lebih panjang. Tidak seorang pun yang tahu persis. Beberapa ahli bahkan ada yang berpendapat bahwa kondisi ini bisa saja berlanjut menjadi krisis kesusahan yang sangat super besar, atau kalaupun kelak terdistrubsi itu hanyalah jedah dan kesempatan kepada manusia untuk belajar dan bersiap masuk ke tahap tragedi besar lain yang lebih parah.
Krisis ini menimbulkan tanya bagi manusia sudah pada posisi di ujung peradaban mana kah kita sedang hidup saat ini? Yang pasti, covid-19 ini adalah momentum sejarah yang akan sangat menandai era peradaban manusia sebagai suatu monumen dari Ilahi yang maknanya kelak hanya waktu yang akan bisa menjawabnya.
Amarah dan keganasan covid-19 ini sesungguhnya saat ini sudah melumpuhkan ekonomi bernagai negara. Baik negara maju, mau pun negara berkembang. Skalanya yang sudah menjadi pandemi jelas-jelas tidak mengecualikan satu negara pun untuk tidak terdistrubsi. Selain sudah menginfeksi jutaan bahkan sudah membunuh ribuan manusia.
Ternyata, ancamab virus ini belum secara nyata dan jelas disadari oleh seluruh umat manusia. Sebagian terkesan masih seperti linglung dan atau petantang petenteng. Itu terbukti dari banyaknya komentar dan prilaku yang nyeleneh dan ngawur dalam menyikapi situasi ini.
Sebagian lagi malah terkesan tidak bersiap dan was-was seolah mereka adalah bagian dari kelompok manusia super yang sudah memiliki imunitas meskipun obat dan vaksinnya sendiri belum ditemukan hingga saat ini.
Berita-berita kegemparan dan kemirisan di berbagai belahan dunia dari berbagai sisi dan warna sudah diwartakan secara meluas tetapi kesamaptaan itu belum juga menjadi kesadaran kolektif yang bulat.
Itu jugalah yang menjadi tembok besar penghalang kesuksesan pencegahan penularan wabah ini agar tidak lambat dan tidak mahal untuk dihentikan. Bagaimana halnya mengenai perkembangan banking 4.0 yang arus pemberitaannya tadinya sangat viral dan sekarang seolah terhenti juga? Apakah covid-19 ini memang telah men-disturb atau malah mempercepat Implementasi Banking 4.0 ini?
Banking 4.0
Menulis artikel perbankan sesungguhnya adalah suatu ulasan klasik tetapi dinamis. Bagaimana tidak karena perbankan secara benang merah dari dulu hingga saat ini tetap saja sama. Sama sebagai lembaga pengumpul dana masyarakat untuk kemudian disalurkan menjadi pinjaman kembali kepada masyarakat. Kalau pun ada yang sedikit berbeda, sesungguhnya itu hanya terletak pada regulasi permodalannya dalam rangka pengetatan aspek prudential atau kehati-hatiannya. Sisi lain yang berubah dinamis sesungguhnya adalah teknologinya. Lalu apakah yang dimaksud dengan banking 4.0 itu?
4.0 adalah kode digitalisasi modern yang menandai tahap baru dunia saat ini. Industri 4.0 menjadi berita yang sangat viral, menutupi jagad pembicaraan masyarakat dunia khususnya Indonesia di tahun 2019. Sosialisasi product-knowledge Industri 4.0 dan implementasi regulasi yang mendasarinya sudah diberlakukan dengan harapan versi baru ini akan membawa loncatan besar dalam sejarah dunia industri khususnya di Indonesia mulai 2020. Saat ini semua segmen industri bahkan beramai-ramai menambahkan label 4.0 dalam program kerjanya termasuk industri jasa perbankan dengan labeling barunya yakni Banking 4.0.
Mengutip terminologinya yang bisa dibaca dari berbagai sumber dikatakan bahwa perbankan 4.0 adalah Banking everywhere but never at a bank. A bank account that uses a mobile phone, a debit card and technology to show users not only their current balance but what they can safely spend, and helps them save money. Secara singkat dan umum dapat dikatakan bahwa perbankan 4.0 adalah perbankan yang branchless tanpa kantor fisik dan rekeningnya dibukukan bukan lagi dalam bentuk kertas (paperless) tetapi sudah terakses online melalui sarana elektronik dimana kelak nasabah leluasa bertransaksi apa saja dimana saja dan kapan saja dengan kecenderungan tanpa uang tunai (cashless). Bentuk ini lazim juga saat ini dikenal sebagai virtual banking. Konon katanya salah satu tujuannya adalah untuk mendukung efisiensi operasional, meningkatkan layanan, dan mengadopsi teknologi IT (selanjutnya ditulis dan dibaca dengan ai-ti) yang melimpah ruah saat ini dengan berbasiskan efisiensi dan efektivitas yang lebih dan lebih.
Financial Technology (Fintech).
Digitalisasi bidang keuangan sesungguhnya lebih identik dan condong dengan membicarakan financial technology (lebih) dari perbankan itu sendiri saat ini. Satu kamar dengan Fintech, yang oleh masyarakat sering dipersepsikan dengan pinjaman on-line, kita juga tidak bisa tidak akan melibatkan perbincangan tentang sistem pembayaran elektronik dengan uang elektronik atau e-money. Kemudian juga ada virtual money dan atau crypto-currency yang sekarang sangat berkembang di beberapa belahan dunia. Kita sudah lama mengenal bitcoin dan masih banyak macam dan nama lainnya. Beda antara uang elektronik dengan virtual money adalah terletak di penerbitnya, dimana penerbitan uang elektronik diregulasi oleh pemerintah dan menggunakan mata uang negara yang sah di negara itu.
Sebagaimana kita ketahui struktur legal lembaga keuangan adalah terdiri dari perbankan dan non-perbankan (LKBB=Lembaga Keuangan Bukan Bank) yang sangat banyak jumlahnya. LKBB ini bertujuan mendorong pengembangan pasar uang dan pasar modal. Kita juga akrab dengan pegadaian, koperasi, asuransi, dana pensiun, anjak piutang, perusahaan sewa guna usaha, perusahaan modal ventura sebagai LKBB. Lima tahun terakhir LKBB bermetafora dalam bentuk yang baru dan sangat canggih yakni Fintech. Fintech saat ini sudah penetrasi bahkan mengambilalih sebagian besar segmen market LKBB. Fintech adalah inovasi dalam bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi modern mulai dari metode pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, sampai dengan pengelolaan aset yang sudah bisa dilakukan melalui smartphone. Bukan saja mengambil alih bisnis terkini dan mencuri pasar LKBB tetapi bahkan Fintech perlahan dan pasti mulai menduplikasi jasa perbankan. Barang ini adalah juga kombinasi cerdas antara jasa keuangan, teknologi dan startup. Fintech malah memaksimalkan penggunaan teknologi untuk mempertajam, mengubah, dan mempercepat berbagai aspek pelayanan dan keuangan. Advantage lainnya Fintech dapat menjawab permintaan sistem peminjaman uang dengan sangat transparan. Fintech saat ini bahkan sudah berada di dua sisi banking baik sisi lending dengan jasa virtualnya, jasa custodian serta services lainnya maka e-money dan virtual money lebih cenderung ke arah sistem alat tukar dan alat pembayaran sah yang cashless dan berbasis elektronik.
Era digital industri 4.0 dan banking 4.0 saat ini memaksa perbankan untuk juga lebih berinovasi memberikan layanan kepada nasabah yang jauh lebih cepat, efisien dan tranparan selain aman. Inovasi tersebut dibutuhkan untuk menyikapi persaingan seiring pesatnya pertumbuhan financial technology (fintech). Teknologi digital melahirkan aspek kompetisi persaingan yang sangat sengit di antara keduanya. Ini harus disikapi serius maka kelak perbankan tidak akan ditinggal nasabah.
Dalam kondisi larangan keras untuk social distancing dan fhysical distancing di covid19 ini, maka transaksi akan lebih banyak berlangsung dengan sarana e-commerce. Covid19 ini nyata-nyata semakin meningkatkan transaksi online baik melalui fintech maupun banking berbasis digital. Itu artinya bahwa covid19 ini bisa saja semakin mempercepat perubahan kultur transaksi manusia dari transaksi di outlet berubah ke media online.
Banking di Era (Pasca) 4.0.
Tahun sebelum 1980 adalah eranya anak sekolah dan masyarakat menabung di Tabanas Kantor Pos dengan tanda tarik-setor yang dibuktikan dengan tempelan stiker warna untuk menandai mutasi transaksinya. Kemudian di tahun 1990-an telepon nirkabel dan portable mulai diperkenalkan. Basisnya berkembang terus ke smartphone android saat ini. Sungguh suatu loncatan yang menakjubkan. Sekarang masyarakat dan penabung bahkan sudah mulai terbiasa bertransaksi dengan uang elektronik baik menggunakan ovo, gopay, link dan lainnya. Manusia zaman now, semakin jarang dan enggan menyimpan dan membawa uang tunai dalam dompetnya, meskipun peran kantor bank masih saja banyak dikunjungi oleh nasabah.
Kalau sekarang saja kemewahan teknologi sudah sangat memutus rantai panjang jarak dan waktu sedemikian ekstrim coba bayangkan lima, sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Perkembangan pesat ai-ti dalam loncatan penemuannya bukan lagi dalam hitungan abad bahkan dekade seperti dahulu. Kepintaran manusia dengan penambahan pengetahuan yang melimpah dan tersebar dimana-mana membuat peluang penemuan terobosan science dan ai-ti saat ini bahkan sudah mulai dalam loncatan tahun bahkan loncatan bulan.
Kelak dan tidak lama lagi mungkin saja perkembangan zaman akan berproses semakin cepat dalam detak harian bahkan bisa saja detak jam dan detak menit. Di zona itu, di masa yang akan datang, mungkin manusia kelak akan menyebutnya sebagai era super digital yang kata beberapa ahli dimana ai-ti-nya sudah berbasis hologram. Perbankan di masa yang akan datang pastilah juga akan sangat berbeda sekali meskipun pasti tidak akan melenceng dari platform yang sekarang sedang dibangun. Teknologi perbankan berbasis digital sebagai agen pemutar siklus alat tukar-bayar harusnya adalah versi terbarukan dan versi development yang sangat lebih canggih dari banking 4.0.
Banking Dengan Singel Identity Number.
Mungkin kelak di masa yang tidak akan terlalu lama lagi, perbankan dengan ai-ti nya yang sudah driven dan support akan masuk ke regulasi sistem rekening tunggal, dimana setiap penduduk atau warga dunia hanya diperbolehkan mempunyai satu akun bank saja. One account for one citizen only. Hal ini sangat mungkin terjadi karena memang dunia sedang bergerak ke sistem single identity number, dimana semua nomor identitas akan disatukan. Apakah covid19 ini akan mempercepat perubahan ini kita lihat saja segera. Tidak lagi susah untuk mengingat banyaknya password atas banyak akun bank dan akun-akun lain seperti saat ini dimana seorang warga negara bisa memiliki bahkan sampai lebih dari sepuluh akun di berbagai bank. Penyatuan semua status yang memerlukan nomor akun apakah KTP, NPWP, SIM, STNK, Mortgage atau hipotek, dan lainnya pastilah suatu kebijakan yang berawal mula untuk beyond eficiency dan efective sebagai tunntutan zaman. Sitem dan tehnologi ini juga tentunya akan sangat membantu manusia untuk mudah mengingat dan melacak serta mengakses.
Negara tetangga Malaysia termasuk salah satu negara yang sukses sistem ini dengan program MyKad-nya. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, ia dapat memberi pelayanan publik bagi masyarakat dan pelaku bisnis secara efisien dan sangat efektif. Di Amerika Serikat, sistemnya dinamakan Social Security Number (SSN) merupakan identitas warga negaranya yang multifungsional. Selain untuk untuk kepentingan masalah Pajak dan keamanan sosial juga untuk akses payroll, university student records, credit records, dan izin mengemudi, identifikasi jati diri, perlindungan keamanan, jaminan sosial dan seluruh kepentingan pelayanan publik lainnya.
Banyak negara lain sudah menerapkan sistem ini misalnya Thailand, RRC, Estonia bahkan India dan lainnya. Indonesia sebenarnya sudah mulai menggunakan sistem ini dengan aplikasi KTP yang terbaru meskipun harus sangat disayangkan sifat ketanggungan teknologinya yang masih sangat jauh dari ideal. Kasus ini kita kenal dengan skandal KTP elektonik yang dulu inisiatip belanja dan aplikasinya digagas pada era pemerintahan SBY.
Banking dengan Satu Kepemilikan Ownership.
Ratusan bahkan ribuan jumlah perbankan di seluruh dunia seperti saat ini mungkin kelak tidak lagi akan pernah ada. Di Indonesia saja jumlah bank umum yang terdaftar hingga saat ini menurut data dari OJK pada Statistik Perbankan Indonesia - Januari 2020 sebanyak 110 entitas dengan jumlah kantor sebanyak 31.125 outlet, sedangkan untuk BPR nya berjumlah 1.542 entitas dengan jumlah outlet sebanyak 5.964. Sungguh suatu jumlah yang sangat banyak. Bayangkan saja sejauh mana OJK, sebagai regulator dan lembaga pengawas perbankan, dapat mengawasinya secara ideal untuk semua aspek dan lini dengan jumlah sebanyak ini, pantas sajalah banyak terjadi permasalahan yang selalu merongrong perbankan Indonesia. Tetapi tidak lama lagi keruwetaan seperti ini pastilah sudah tinggal kenangan dan sejarah. Perubahan jumlah perbankan dan outletnya akan mengalami efisiensi dan rasionalisasi yang sayangnya tidak akan berjalan perlahan tetapi secara drastis dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, apakah itu disebabkan oleh keadaan yang mendesak seumpama wabah seperti saat ini atau mungkin saja terjadi karena sebab-sebab kesusahan besar lain seperti bencana krisis moneter global lainnya. Kesusahan besar biasanya selalu memaksa manusia untuk bermutasi baik dalam cara berpikir maupun dalam cara bertahan hidup agar survival ke mode yang lebih efisien.
Di Indonesia sangat mungkin segera terjadi merger dan akuisisi bank sehubungan dengan kondisi keguncangan covid19 ini sebagaimana sudah disosialisasikan OJK baru-baru ini. OJK melalui POJK Nomor 18/2020 telah merilis perintah tertulis kepada seluruh pelaku jasa keuangan untuk penanganan permasalahan bank karena coid19 ini. OJK segera akan melaksanakan aturan konsolidasi paksa bagi bank-bank dalam kriteria mengamcam stabilitas keuangan (SSK). Aturan ini katanya untuk merespon Perpu Nomor 1/2020 Perihal Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang ditetapkan tanggal 31 Maret 2020 yang lalu. Seandainya krisis covid19 ini berlangsung melebihi bulan Juni 2020 maka bukan saja perbankan yang akan mengalami kerusakan tetapi juga semua industri. Stagnasi industri yang notabene sebagian besar dibiayai perbankan jelas akan membuat bank kelimpungan karena tidak mendapatkan imbal hasil atas investasinya dari industri. Industri yang gulung tikar akan ikut menyeret bankernya. Segera aturan di atas akan mulai tereksekusi dengan segera. Perbankan akan konsolidasi dengan melakukan rasionalisasi (lay-off) atas jumlah staffing dan outletnya tanpa ampun. Bayangkan seandainya kekacauan ini extending ke tahun depan bahkan dua tahun yang akan datang, mungkin hanya tersisa beberapa belas bank saja bahkan mungkin ekstrim ke beberapa buah saja perbankan yang dapat ditolong dan diselamatkan untuk tetap established. Gambaran di atas juga pasti terjadi di seluruh belahan dunia. Sekali lagi masa sulit biasanya melahirkan ide-ide surviving dengan mode untuk bisa cepat beradaptasi, super sangat efisien dan jauh lebih efektif. Maka perbankan konvensional dengan jumlah entitas dan outlet yang jumlahnya banyak itu tidak lama lagi pastilah adalah suatu kenangan manis atau bahkan hanya suatu memori kolot yang mengherankan bagi dunia di masa depan.
Lalu kira-kira bagaimana jalan ceritanya. Kemungkinan yang sangat masuk akal adalah bahwa di kemudian hari kelak seluruh kepemilikan perbankan akan dikuasai oleh Korporasi Raksasa Global, dimana seluruh saham-saham perbankan akan mereka beli. Kelak yang pertama adalah stage dimana negara akan melakukan rekapitalisasi atas kepemilikan perbankan di negaranya masing-masing dengan menyuntikkan saham Rekap seperti era Krismon Tahun 1998/1999 yang lalu. Saat ini sudah mulai dikumandangkan adanya model yang hampir sama tetapi dengan nama yang berbeda yakni Pandemic Bonds. Negara melalui KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) sudah menyiapkan penempatan dana pemerintah berupa bantuan kredit lunak baik seluruh industri dengan strategi dana talangan sementara jika memang situasi ini bisa diprediksi periodenya dalam jangka waktu pendek atau maksimal satu tahun. Bagaimana kalau krisis ini berlangsung ke medium term bahkan long term, itu berarti negara mau-tidak mau akan membuka negosiasi dengan pendonor dunia untuk meminta bantuan membiayai arus kas negara. Terus kalau kemudian situasi semakin buruk maka negara mau tidak mau akan tergadai kepada pendonor global atas bonds atau pinjaman yang sudah sangat besar jumlahnya dan sudah sangat menjerat. Biasanya inilah skema logis dimana akhirnya negara awalnya akan menguasai semua lembaga perbankan dengan pandemic bonds-nya. Perbankan kemudian kolaps dan diambilalih oleh negara. Nrgara juga kolaps untuk kemudian dikuasai oleh pendonor global. Dalam tahap ini tentunya regulator dan pengawasan bukan lagi ada di OJK bahkan negara tetapi sudah mengikuti protokol pendonor global. Sistem keuangan dunia dimana di dalamnya termasuk sistem perbankan dunia akhirnya berada dalam satu wadah dan satu kontrol sebagaimana akhirnya terjadi adalah horor yang dari dulu sangat ditakutkan.
Bio-Chip Pengganti Berbagai Perangkat Keras ke Dalam Satu Media.
Efisiensi dan efektivitas jelas-jelas akan menjadi DNA-nya industri dan manusia di era yang akan datang. Efisiensi jumlah bank kepada satu entitas global dan jumlah akun-akun ke dalam Singel Identity Number adalah keniscayaan. Sementara manusia zaman sekarang masih direpotkan oleh perangkat yang masih begitu banyak untuk membantu dalam mengerjakan tugas aktivitasnya sehari-hari, maka dunia yang akan datang pastilah dunia yang sangat simpel dan ringkas. Berbagai kunci manual berbentuk benda physical dan atau kunci digital berupa password yang sangat banyak konon katanya akan mengarah kepada penyederhanaan menjadi satu perangkat saja. Perangkat super canggih dan super-aman dimana kemungkinan hilang berada pada tingkat zero adalah pilihan manusia masa depan (zero loosing). Bio-Chip sebagai pengganti berbagai perangkat keras bahkan perangkat lunak yang banyak itu ke dalam satu media sepertinya adalah pilihan cerdas yang akan mewarnai kehidupan masa depan.
Saat ini sudah ramai diperbincangkan alternatif akan bio-chip sebagai pengganti semua (terlalu banyaknya) perangkat baik hardware maupun software yang harus dihapal dan dijaga manusia. Pertama kali dikenalkan di negara Inggris pada tahun 1993 oleh perusahaan MONDEX (Monetary Dexter). Konon ide dari pembuatan sistem ini di ketuai oleh Tim Jones seorang pegawai bank bersama dengan temannya Graham Higgins pagawai bank dari Bank pribadi kerajaan Inggris. Teknologi tersebut terus berkembang dan dikembangkan di negara Amerika oleh MONDEX International. Pada tanggal 12 Mei tahun 2009 yang lalu satelit khusus untuk alat ini konon katanya telah diluncurkan ke luar angkasa.
Bio-Chip itu sendiri sangat kecil. Ditanamkan dengan cara menyuntikkanya di bagian tubuh idealnya di tangan atau di jidat. Operator biasanya dalam hal ini Korporasi dan atau Pemerintah dapat memonitoring seluruh kegiatan users-nya melalui system GPS (Global Positioning System) dengan perantaraan pesan yang tersambung ke alat ini. Data-data tentang diri, kunci atau password perangkat/sarana yang dipakai dan terhubung dengan users tertulis lengkap di mikrochip tersebut dan dapat dibaca oleh suatu alat tertentu pada merchant. Singkatnya alat ini adalah jawaban atas pengganti banyaknya perangkat dan kunci akses yang disederhanakan ke dalam satu alat. Saat ini sudah ada negara yang mulai melakukan uji coba teknologi ini secara parsial dan sporadis misalnya Amerika.
Suka atau tidak suka, krisis covid-19 ini sudah menjadi jendela masa untuk menyiapkan manusia untuk masuk ke stage peradaban baru. Kesusahan dan kesulitan yang ditimbulkan Covid19 ini telah menjadi sosialisasi dan sesi magang atau jendela bagi manusia untuk hidup sangat efisien dan sangat efektif. Semua ini sangatlah logis mengingat semakin buruknya kualitas hidup dan kualitas bumi ke depan sebagai suatu nubuatan. Segala sesuatu akan dipacking dalam paket yang sangat presisi, aman, efektif dan efisien.
Selamat datang ke tatanan dunia baru, manusia baru dengan tantangan baru karena setelah covid19 ini percayalah dunia sudah bukan dunia yang sama dengan format saat ini. Hebatnya manusia itu adalah manusia dengan perangkat adaptasi yang super. Hanya mereka yang cepat beradaptasilah yang akan cepat surviving dan tetap eksis. (*)
Penulis saat ini bekerja di salah satu Bank BUMN. Seorang Insan Pers dan penulis lepas di berbagai media, Praktisi Hukum, Pemerhati Perumahan Rakyat, dan Pemerhati BUMN.