“Harganya bagus, menguntungkan petani. Penjualannya juga mudah karena langsung diambil mitra-mitra pedagang,” katanya.
Andrias menyebutkan bahwa hampir setiap hari ada panen nanas di daerah tersebut. Pada musim panen biasa pihaknya bisa menjual 1 pick-up per hari. Sementara saat memasuki panen raya yakni pada bulan puasa dan Agustus bisa menjual hingga 1 truk besar per harinya.
“Untuk grade A biasanya disetor ke supermarket di Surabaya. Yang grade B untuk pasar Malang Raya, grade C untuk pasaran lokal. Yang grade D dan E sudah diserap untuk industri olahan minuman nanas segar yang sudah banyak berkembang di sini. Jadi setiap kali panen nyaris langsung ludes terjual,” kata Andrias.
Untuk menjaga agar harga nanas stabil, kelompok tani yang dikoordinir Andrias sudah menerapkan manajemen pola tanam atau sistem siklus. Dalam satu hektar lahan rata-rata petani menanam 19.000 rumpun Nanas Banasari, dengan ongkos produksi dari awal tanam hingga panen pertama diperkirakan sekitar Rp67 juta.
“Kalau diambil rata-rata panen pertama 18.000 biji dengan harga per bijinya Rp6.500, untungnya kan sudah lumayan itu. Sudah balik modal plus untung. Untuk panen selanjutnya, petani tinggal merawat dan menikmati panen,” ungkapnya, antusias.
Diakuinya, selama ini bantuan dari pemerintah terutama Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian setempat turut membantu petani meringankan beban biaya produksi.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Kabupaten Blitar, Wawan Widianto menyebut pengembangan nenas di daerahnya telah berlangsung cukup lama.