”Jangan sampai BUMN malah ikut dalam permainan taking profit gila-gilaan yang menyusahkan rakyat,” tegas Mufti yang juga anggota Komisi VI DPR yang membidangi BUMN itu.
Saat ini, jutaan rapid test telah masuk ke Indonesia, baik diimpor oleh swasta maupun BUMN.
Rapid test itu lalu dipasarkan ke berbagai rumah sakit, dinas kesehatan, hingga klinik.
Kecuali dinyatakan bagian dari pelayanan pemerintah seperti untuk kebutuhan tracing (penelusuran) klaster penularan, banyak warga yang berinisiatif melakukan pemeriksaan uji cepat yang ditawarkan pelaku usaha kesehatan swasta.
”Masyarakat yang takut, cemas, terpaksa mengakses rapid test mandiri dengan harga yang relatif mahal,” ujarnya.
Selain mencekik dari sisi harga, akurasi rapid test juga perlu menjadi perhatian bersama.
”Banyak kasus di mana rapid test mempunyai tingkat akurasi yang sangat lemah. Seperti kasus salah satu desa di Bali yang bikin heboh itu,” pungkasnya. (jpnn/fajar)