FAJAR.CO.ID, BALI-- NH alias Nur Hudi, anggota DPRD Gresik, bakal ”diadili” partainya. Yakni, DPD Partai Nasdem Gresik. Partai akan meminta keterangan tentang rasan-rasan yang mengemuka seputar kasus pencabulan anak di bawah umur.
Belakangan, kasus itu menyeret nama NH. Sebab, NH menawarkan jalan damai kepada keluarga korban dengan uang ratusan juta rupiah.
”Sebetulnya kami sudah meminta klarifikasi secara personal. Belum secara partai,” ungkap Sekretaris DPD Partai Nasdem Gresik Musa.
Dari keterangan awal yang didapatkan, pihaknya belum bisa memutuskan apakah NH melanggar aturan partai ataupun kode etik anggota dewan. Musa mengatakan, ada dua kemungkinan soal keterlibatan NH. Pertama, yang bersangkutan memang berniat membantu korban dengan meminta pertanggungjawaban kepada terlapor. Kedua, memiliki niat untuk menghalangi proses hukum.
”Jika terbukti menghalangi proses hukum dengan menggunakan statusnya sebagai anggota dewan, pasti ada sanksi,” ungkap Musa.
Sesuai aturan partai, penerapan sanksi tersebut diserahkan kepada DPW dan DPP Nasdem. ”Sanksi tersebut bergantung kadar pelanggaran yang dilakukan. Bisa berupa teguran tertulis hingga dicopot dari keanggotaan partai,” paparnya.
Abdullah Syafii, kuasa hukum korban, menyatakan bahwa pihaknya memiliki bukti keterlibatan anggota dewan yang dimaksud. Yakni, percakapan melalui WhatsApp (WA) dan rekaman. Bukti itu diambil saat NH mendatangi ibu korban dengan menawarkan uang Rp500 juta. Alasannya, berniat menolong atau memberikan jalan keluar semata-mata demi masa depan janin yang dikandung korban.
”Yang jadi pertanyaan, itu uang siapa? Usut punya usut, uang tersebut adalah hasil pembagian warisan dari terduga pelaku. Dengan kata lain, klarifikasi anggota dewan adalah hal yang mengada-ada dan berbohong. Bagaimana inisiatif sendiri tapi bukan uang dia? Kalau uang dia, bangunkan saja rumah,” ucap dia.
Sebelumnya, Nur Hudi ketika dimintai konfirmasi oleh Jawa Pos tidak menampik perihal menawarkan uang damai. Dia mengatakan hanya berinisiatif menyelesaikan permasalahan itu dengan cara kekeluargaan. ”Memberikan solusi yang bijaksana dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan,” ucap dia.
Apalagi, Nur Hudi yakin bahwa bayi yang dikandung korban merupakan anak SG yang hingga kini masih berstatus terlapor. ”Membantu korban untuk menuntut haknya dari pelaku. Termasuk, menjamin masa depan si bayi yang juga memiliki hak atas harta dari pelaku. Dengan harapan mendapatkan hidup yang lebih layak,” katanya.
Pertimbangan tersebut berdasar kondisi ekonomi keluarga korban yang terbatas. Sementara itu, terlapor memiliki kemampuan finansial yang cukup. Bahkan, memiliki 2 hektare tanah dan sawah. Meski demikian, Nur Hudi menyadari bahwa perbuatan asusila itu adalah tindak pidana. Sanksi hukumnya pun tidak main-main. Di UU tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya penjara hingga 13 tahun. (jpc/fajar)