FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, tidak otomatis menghilangkan delik korupsi atas pejabat pemerintah pelaksana Perppu.
Dia menegaskan, tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan Perppu tetap akan ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Pasalnya anggaran untuk menangani pandemi Covid-19 nominalnya cukup besar. Presiden Joko Widodo menyebut menggelontorkan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun.
“Tidak ada istilah kebal hukum bagi pihak-pihak yang menjadi pelaksana Perppu ini. Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi,” kata Yasonna dalam keterangannya, Selasa (12/5).
Yasonna menyebut, Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana Perppu tidak khawatir dalam mengambil keputusan. Karena kondisi pandemi Covid-19 saat ini memerlukan keputusan yang cepat.
“Jangan lupa bahwa Presiden telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional. Karena itu, korupsi terhadap dana anggaran Covid-19 dapat ditindak sesuai Pasal 1 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan bahwa korupsi di kala bencana bisa dijatuhi hukuman mati,” tegas politikus PDI Perjuangan ini.
Pasal 27 ini, diakui Yasonna menjadi polemik di masyarakat. Karena dianggap memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada penyelenggara Perppu.
Pasal itu menyatakan, biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kebijakan negara terkait Covid-19 tidak termasuk kerugian negara. Selain itu, pejabat yang terkait pelaksanaan perppu ini juga tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika melaksanakan tugas dengan berdasarkan pada itikad baik dan sesuai peraturan perundang-undangan.