JAKARTA - Berdasar hasil Forum Diskusi Iklim (FDI) dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) April lalu, puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus mendatang. Untuk itu Kementerian Pertanian, c.q. Direktorat Jenderal Hortikultura terus sigap dan tanggap cepat dalam mendukung pengamanan produksi cabai maupun bawang merah.
Hal tersebut sesuai arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo bahwa barang kebutuhan pokok (Bapokting) diantaranya cabai dan bawang merah harus tetap terjaga ketersediaannya setiap saat dalam pemenuhan kebutuhan pangan 267 juta jiwa rakyat Indonesia.
Tujuannya tak lain untuk meminimalisir kehilangan hasil akibat musim kemarau yang akan terjadi di beberapa kawasan, terutama untuk kawasan seperti Jambi bagian barat, Bangka Belitung, Pulau Jawa, Bali, sebagian NTB, NTT, Kalteng bagian selatan, Kalsel bagian utara, Kaltim bagian selatan, Sulbar, sebagian Sulsel, Sultra bagian selatan, Sulut bagian utara, Malut, Papua Barat Bagian Timur, Jayapura.
“Kami Direktorat Perlindungan Hortikultura telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dalam rangka Antisipasi Dampak Perubahan Iiklim (DPI) terhadap komoditas hortikultura di seluruh Indonesia,” ujar Direktur Perlindungan Hortikultura Kementan, Sri Wijayanti Yusuf ketika dihubungi, Jumat (15/5/2020).
Sri menjelaskan, kekeringan merupakan situasi yang hampir sama setiap tahun terjadi, terutama di daerah rawan. Bencana kekeringan cenderung terus meningkat, baik frekuensi, intensitas dan distribusi kejadiannya. Kejadian kekeringan tersebut sangat nyata berpengaruh terhadap sub-sektor hortikultura, termasuk pada komoditas cabai.