FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan melalui terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 dikecam banyak pihak. Saat orang banyak kehilangan mata pencaharian akibat Covid-19, negara harusnya melindungi kesehatan seluruh rakyat. Bukannya malah membebani dengan kenaikan iuran.
“Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka ada potensi hak rakyat untuk memperoleh layanan kesehatan akan terganggu. Karena kenaikan itu memberatkan masyarakat. Mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengansur,” tegas Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Kamis (14/5).
Menurut dia, kenaikan itu melanggar ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945. Pasal itu menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selain itu, BPJS Kesehatan bukanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tetapi badan hukum publik. Sehingga harusnya pemerintah tidak bisa menaikkan iuran secara sepihak. Said menegaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Perpres Nomor 82 Tahun 2019 yang sebelumnya menaikkan iuran.
“Oleh karena itu, KSPI meminta pemerintah mentaati putusan MA. Jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dibatalkan, usai Lebaran KSPI akan mengajukan gugatan ke MA agar membatalkan Perpes tersebut,” paparnya.
Hal senada disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Ingrid Kansil. Dia menilai langkah pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan membebani masyarakat. Terutama saat pandemi Covid-19.