FAJAR.CO.ID,JAKARTA-- Ribuan akun penjual online ditindak tegas karena menjual produk tak layak untuk masyarakat. Selama pandemi COVID-19 jumlah toko online yang melakukan pelanggaran meningkat dua kali lipat.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Reri Indriani mengatakan melalui patroli siber selama masa pandemi COVID-19, ditemukan lonjakan toko daring yang menjual produk pangan dan farmasi yang cenderung memicu kerentanan kesehatan bagi masyarakat. Toko online tersebut kemudian direkomendasikan untuk ditutup.
“Kalau kita lihat dari cyber patrol, ada peningkatan signifikan pertambahan situs-situs tidak memenuhi ketentuan seperti menjual produk pangan tanpa izin edar dan atau kadaluarsa. Dari aspek produk pangan, toko daring jenis ini mengalami lonjakan dua kali lipat,” katanya dalam jumpa pers virtual, Jumat (15/5).
Dikatakannya dalam kurun Januari-April 2020 terdapat 700 akun toko daring yang ditutup karena menjual produk pangan tidak layak.
“Kemudian selama Ramadhan jumlahnya naik hampir dua kali lipat sekitar 1.373 akun,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang mengatakan penutupan akun toko daring itu dimulai dari patroli siber untuk kemudian dilaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar ditutup.
“BPOM memberi rekomendasi dua hari sekali ke Kominfo untuk akun terkait agar di-take down,” katanya.
Dikatakannya, dari aspek produk farmasi, toko daring yang ditutup tersebut banyak menjual obat keras yang tidak boleh dijual bebas tanpa resep dokter, seperti klorokuin, hidroklorokuin dan obat penggugur kandungan.
Adapun klorokuin dan hidroklorokuin merupakan obat keras yang popularitasnya melonjak seiring info khasiat untuk menyembuhkan COVID-19. Sementara obat keras jika dikonsumsi masyarakat tanpa resep dokter dapat membahayakan kesehatan.
“Tentang penjualan daring, yang boleh dijual adalah obat tidak keras. Sementara obat keras penjualannya tetap pakai resep dokter karena memiliki risiko tinggi jika dikonsumsi masyarakat tanpa resep, juga ini tidak boleh dijual secara daring,” katanya.
Sementara itu, secara terpisah Kepala BPOM, Penny Lukito, selain melakukan pengawasan toko online, pihaknya juga melakukan intensifikasi pengawasan pangan selama bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Hal ini untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk pangan olahan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Pengawasan pangan tahun ini berfokus pada tiga kategori. Yaitu pengawasan sarana distribusi, termasuk sarana ritel.
“Kemudian, pengawasan pangan olahan seperti pangan Tanpa Izin Edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak. Serta pengawasan pangan jajanan buka puasa/takjil terhadap kemungkinan kandungan bahan berbahaya di dalamnya,” katanya.
Disebutkannya, hasil pelaksanaan intensifikasi pengawasan pangan selama dua minggu Ramadan (27 April – 8 Mei 2020), menunjukkan masih banyak ditemukan pangan olahan yang TMK.
Dari 1.197 sarana distribusi pangan yang diperiksa, terdapat 38,10 persen sarana distribusi TMK karena menjual pangan rusak, pangan kedaluwarsa, maupun pangan TIE.
“Temuan produk TMK tahun ini didominasi oleh pangan kedaluwarsa. Jumlah total temuan produk pangan TMK sebanyak 290.681 pieces dengan total nilai ekonomi mencapai Rp 654.300.000,” kata Penny dalam keterangan tertulisnya.
Dikatakan Penny, tindak lanjut terhadap pangan olahan kemasan yang rusak, kedaluwarsa, dan TIE adalah diturunkan dari display, direkomendasikan untuk diretur ke supplier ataupun dimusnahkan.
“Serta dilakukan pembinaan ke penjual/manajemen ritel agar tidak menerima produk yang TMK,” katanya.
Sementara itu tindak lanjut terhadap temuan pangan jajanan buka puasa (takjil) yang mengandung bahan yang disalahgunakan dalam pangan adalah berupa pembinaan dan penelusuran lebih lanjut asal produk dan bahan baku produk tersebut.
“Jika dibandingkan dengan data intensifikasi pangan tahun 2019, terjadi peningkatan jumlah temuan produk TMK. Namun terjadi penurunan besaran nilai ekonomi temuan,” ujarnya.
Pihaknya mencatat, berdasarkan lokasi temuan, jenis pangan TIE banyak ditemukan di Surakarta, Banyumas, Banggai, Manokwari, dan Sorong, dengan jenis pangan berupa Bahan Tambahan Pangan (BTP), teh, roti, makanan ringan, dan sirup.
Kemudian, temuan pangan kedaluwarsa banyak ditemukan di Manokwari, Sorong, Mimika, Morotai, dan Aceh Tengah dengan jenis pangan minuman serbuk, minuman berkarbonasi, mentega, wafer, dan makanan ringan.
“Untuk temuan pangan rusak dengan jenis pangan minuman berperisa, susu, krimer, biskuit, dan makanan ringan banyak ditemukan di Manokwari, Gorontalo, Aceh Tengah, Sorong, dan Surakarta,” bebernya.
Selain itu, hasil pengawasan pangan jajanan berbuka puasa (takjil) menunjukkan bahwa dari 6.677 sampel yang diperiksa, sebanyak 73 sampel (1,09 persen) Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena mengandung bahan yang disalahgunakan dalam pangan (formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow).
Sementara itu, temuan bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan adalah formalin (45 persen), diikuti rhodamin B (37 persen), boraks (17 persen), dan methanyl yellow (1 persen). Jenis pangan yang banyak ditemui mengandung bahan berbahaya tersebut adalah kudapan, minuman berwarna, makanan ringan, mie, lauk pauk, bubur dan es.
Jika dibandingkan dengan tahun 2019, terjadi penurunan persentase TMS terhadap jumlah sampel sebesar 1,96 persen, yaitu dari 3,05 persen pada tahun 2019 menjadi 1,09 persen pada tahun 2020.(gw/fin)