“Budidaya dengan sistem salibu akan meningkatkan indeks panen karena tidak lagi memerlukan pengolahan tanah dan persemaian tanam, sehingga rentang waktu produksi lebih singkat,” tutur Hesti.
Lebih lanjut Hesti menjelaskan, dalam teknik salibu, petani harus memotong batang sisa panen pertama secara seragam dengan alat pemotong hingga tersisa 3-5 cm dari permukaan tanah. Dengan cara itu, kebutuhan unsur hara pada masa pertumbuhan anakan padi bisa seimbang.
Selain itu, Ikhwanudin, mewakili Kelompok Tani (Poktan) Sumber Hasil menuturkan wilayahnya telah mencoba menerapkan teknologi budidaya padi sistem salibu.
Demplot dilakukan untuk mengetahui hasil produksi tanam padi salibu, sehingga petani akan mau dan mampu berbudidaya padi cara tersebut.
Bahkan hasil demplot budidaya padi sistem salibu yang diterapkan Ikhwanudin, mampu menghasilkan 4,9 ton/ha gabah kering panen. Volume itu 70 persen dari hasil produksi tanam padi dengan pindah tanam (transplanting).
“Panen dilakukan saat padi berumur 58 hari. Teknik budidaya padi salibu ini sederhana dan tidak rumit ini, juga terbukti lebih efisien dan murah dibandingkan dengan teknik budidaya padi biasa,” katanya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi mengatakan Kementerian Pertanian men support penuh aktivitas yang dilakukan penyuluh dan petani.
“Masalah pangan sangat utama, hidup matinya suatu bangsa. Meskipun kini negara kita diserang wabah Covid-19, tetapi petani tetap semangat tanam, semangat olah, tanam dan panen. Melalui Kostratani Penyuluh dan Petani akan diberikan menu lengkap, yaitu salah satunya sebagai pusat pembelajaran untuk itu diharapkan Penyuluh dan Petani manfaatkan peran tersebut dengan optimal,” tegasnya. (*/fajar)