Saat ini anak didik harus dijauhkan dari paparan wabah virus corona.
Rumah tetap menjadi area yang terbaik bagi anak didik. Anak tidak harus masuk sekolah saat wabah, melainkan sekolah yang harus masuk rumah.
Caranya? Kurikulum darurat harus dibuatkan. Anak dibuat belajar di rumah.
Bila PJJ (pendidikan jarak jauh) dianggap tidak efektif, menurut Dudung, wajar karena kita masih gagap dan transisi. Ke depan segera pemerintah menciptakan kurikulum darurat
“Sekolah Masuk Rumah”. Jangan terbalik, “Anak Masuk Sekolah”. Hari ini anak sudah aman di rumah.
"Spekulasi tingkat tinggi bila anak digiring kembali ke sekolah. Kecuali satu sekolah hanya 20 anak didik. Satu sekolah ada yang ribuan anak didik," cetusnya.
Dia menambahkan, pola pendidikan kita ada yang serupa sekolah terbuka. Ada pola pendidikan persamaan paket B, paket C.
Bahkan ada pola homeschooling dan pendidikan virtual. Nah, pola pendidikan seperti ini yang harus diduplikasi sesuai kondisi wabah.
"Sekali lagi jangan spekulasi tanggal 15 Juni 2020, anak masuk sekolah. Nilai seorang anak saat ini adalah nilai keselamatannya, bukan hak belajarnya," ucapnya.
Lanjut Dudung, new normal kenakan pada orang dewasa terkait upaya menghidupkan layanan publik, ekonomi, peribadatan dan kepentingan strategis lainnya.
Anak didik harus dijaga bersama di tempat paling aman bagi dirinya.
Kepentingan kesehatan anak adalah utama. Belajar adalah kepentingan lanjutan yang bisa direkayasa tanpa harus berspekulasi “mendampingkan” anak dengan Covid-19.
"Tidak ada pola “mendamaikan anak dengan corona” apa pun namanya! Dalam bahasa iklan, Buat Anak Kok Coba-coba," tutupnya. (esy/jpnn)