Ngotot Gelar Pilkada 9 Desember, Ini Resiko yang akan Dihadapi

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sepertinya ngotot pelaksanaan Pilkada serentak tetap digelar pada 9 Desember tahun ini. Hal ini pun menuai beragam respon publik terkait keputusan tersebut.

Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Adi Suryadi Culla menerangkan, pemerintah bila tetap bertahan agar Pilkada digelar tahun ini justru bisa menimbulkan banyak resiko.

"Pandangan saya sebenarnya ini rawan kalau ini dilaksanakan. Resiko yang mungkin terjadi kesiapan bisa datangnya dari KPU itu sendiri, sistem pengawqsan, kesiapan calon, parpol ditambah lagi masyarakat," kata Adi, Rabu (27/5/2020).

Faktor pertama kali menggelar Pilkada di tengah pandemi Covid-19 dengan menggunakan protokol kesehatan, diakuinya menjadi pemicu. Beragam resiko pelanggaran bisa muncul.

“Banyak resiko yang akan dihadapi dan tantangannya berat. Ini karena situasi Covid-19 yang masih mengancam, dan belum ditemukan vaksinnya sehingga masih berdampak ketidakpastian atas proses Pilkada ke depan. Dibanding jika ditunda maka lebih mudah untuk dipersiapkan mekanisme proseduralnya. Minimal sampai semester awal 2021 mendatang,” sambungnya.

Jaminan pilkada jika dilakukan 2020, diperhadapkn tantangan kondisi kesiapan maksimal. Berbagai resiko akan diihadapi, sejumlah titik rawan yang krusial, antara lain, misalnya kesiapan instrumen aturan yang dibuat KPU dan Bawaslu.

“Dan penjabarannya. Apalagi nanti butuh sosialisasi dan penegakan hingga tingkat bawah,” jelasnya.

“Termasuk jaminan partisipasi politik. Target partisipasi pemilih menjadi tanda tanya. Selama situasi covid-19, masyarakat ada kecenderungan merosot atensinya ke masalah politik. Ada ancaman apatisme pemiih yang pilkada, setelah sekian lama tercekam dan dituntut mengurangu iinteraksi sosial. Padahal keberhasilan pemilu salah satunya oleh angka partisipasi politik,” tutupnya. (taq/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan