FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Sampai saat ini belum ada tanda-tanda kasus covid-19 mereda, begitu pun dampaknya. Korea yang baru saja mengakhiri lockdown terpaksa harus menutup lagi 200 sekolah akibat gejala munculnya kasus baru setelah kebijakan hidup new normal dibuka.
Amerika juga mengalami hal yang sama, jumlah meninggal sudah tembus diatas 100 ribu orang dengan tingkat kasus covid mencapai 30 persen dari total kasus dunia. Indonesia sendiri belum ada tanda-tanda penurunan grafik bahkan mencapai puncak pun tidak. Demikian Disampaikan Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta melalui ajang teleconference via zoom kepada seluruh kader se-Indonesia, Minggu, 31 Mei.
"Sementara di Indonesia sudah akan dimulai pemberlakuan kebijakan new normal dengan harapan bisa hidup "berdampingan" dengan corona. Belum lagi dampak ekonomi dan sosialnya yang semakin nampak di depan mata," kata Anis.
Secara global, rentetan krisis sosial sudah mulai muncul. Sebagai contoh adanya buntut kematian pria kulit hitam George Floyd memicu kerusahan meluas hampir ke seluruh Amerika Serikat (AS) dua hari lalu.
Adanya sentimen anti China membuncah di benua hitam, Afrika. Salah satunya di Zambia, tiga bos perusahaan tekstil China tewas dibunuh akhir pekan lalu. Situasi ini dikhawatirkan melebar ke dunia lain sebagai rentetan ikutan dari kriris ekonomi global. Lalu apa sebenarnya yang terjadi? Anis Matta yang juga pakar geopolitik ini menyampaikan bahwa ini adalah bagian siklus jatuh bangunya suatu imperium atau negara. Dalam skala yang lebih besar beliau menyebutnya sebagai siklus peradaban.
"Kalau anda baca sejarah jatuh bangunnya negara atau imperium itu ada polanya, punya durasi waktu atau siklus dan itu dipercaya oleh para ahli sejarah," kata Anis Matta.
Lalu dimanakah posisi dunia saat ini dalam siklus seperti yang dilansir Anis Matta. Dalam skala Indonesia ia menyebut siklus perubahan 20 dan 30 tahunan sejak 1908, 1928, 1945, seterusnya tahun 1998 dan saat ini masa 20 tahun terakhir sejak reformasi. Anis Matta mengingatkan teori siklus yang berkembang di abad 19 sampai 20, menyimpulkan siklus perubahan global terjadi setiap hitungan 100 sampai 120 tahunan.
"Dan ini sudah disadari oleh negara yang menyatakan dirinya sebagai superpower, jika melihat usia negaranya sejak bangkit. Kita sedang manjalani transisi panjang yaitu transisi generasi baru, tehnologi baru, model ekonomi baru, aliansi global baru yang datang bersamaan sekaligus," jelas Anis Matta.
Harapan akan munculnya kepemimpinan global baru dan tatanan dunia baru menjadi bagian dari siklus musim perubahan yang akan dihadapi kehidupan manusia.
"Selalu ada harapan, ini adalah musim dingin dan setelah ini kita memasuki musim semi," tutup Anis Matta. (nur/fajar)