FAJAR.CO.ID,KALSEL-- Brigadir Leo Nardo Latupapua sendiri akhirnya tewas karena kehabisan darah. Anggota polisi yang dikenal rekan-rekannya sebagai seorang polisi yang baik dan seorang muslim yang taat, itu akhirnya pergi karena parahnya bacokan yang diterimanya.
Sehari-harinya, rekannya mengatakan dia sering mengajarkan agama kepada anak-anaknya yang masih kecil. Leo Nardo Latupapua memiliki dua orang anak, berumur empat dan tujuh tahun.
Kapolda Kalsel Irjen Nico Afinta yang melayat kemarin berbelasungkawa sekaligus mendoakan dan memberikan santunan kepada keluarga Almarhum. Nico mengatakan Polda Kalsel tidak memberi ruang terhadap kelompok teroris di wilayahnya.
Dia mengatakan kasus ini sendiri menjadi atensi kepolisian Indonesia. Kapolri Jenderal Idham Azis memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada Leo. Dia dinaikkan dari Brigadir menjadi Bripka.
Dia pun memastikan Polri akan membantu anak-anak mendiang Leo agar tetap dapat bersekolah. " Karena satu anggota kami kesulitan, maka seluruh anggota siap mendukung,” tambah Nico.
Jasad Leo sendiri dikebumikan pada sore hari kemarin.
Sebelumnya, tak ada yang mengira jika 1 Juni kemarin bakal menjadi hari mencekam di Hulu Sungai Selatan. Dalam momen yang menandai Hari Kelahiran Pancasila itu, seorang pelaku yang diduga simpatisan kelompok ISIS menyerang markas kepolisian sektor Daha Selatan.
Peristiwa ini terjadi Senin dini hari, sekitar pukul 02.15 WITA. Bak aksi di film, pelaku bernama Abdurrahman itu mengawali penyerangan dengan membakar mobil patroli yang terparkir di depan kantor di Jalan Bintara, HSS itu.
Geretak api di malam gelap itu membuat seorang anggota polisi yang sedang berjaga segera keluar. Brigadir Leo Nardo Latupapua kaget ketika melihat seseorang berdiri di luar seolah menantangnya.
Abdurrahman kemudian menyerbu masuk ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Pemuda berusia 19 tahun itu menyerang Brigadir Leo dengan samurai. Suara perkelahian rupanya membangunkan Bripka Azmi di ruangan Unit Reskrim. Bersama dengan Kanit Intel Brigadir Sahat yang juga berjaga, mereka mendatangi ruangan SPKT.
Namun, belum sempat masuk, kedatangan mereka segera disambut oleh Abdurrahman dengan sabetan samurai. Merasa tak dilengkapi senjata yang memadai, mereka akhirnya lari dan masuk ke ruangan Intel dan Binmas. Masing-masing mereka mengunci diri di sana, sembari menghubungi Polres HSS.
Abdurrahman sendiri tak berusaha kabur. Dia bertahan di ruangan Unit Reskrim Polsek Daha Selatan, seolah menunggu petugas lain yang akan datang.
Tak berapa lama kemudian, bantuan dari Polres Hulu Sungai Selatan datang. Petugas segera mengepung Mapolsek dan menyelamatkan kawan mereka yang terkurung. Di ruangan SPKT, mereka segera melarikan Brigadir Leo yang telah bersimbah darah.
Melalui corong, petugas meminta Abdurrahman untuk keluar dan menyerah. Namun, tak ada jawaban dari dalam. Tanpa ragu, petugas kemudian masuk dan melepaskan tembakan ke dalam untuk melumpuhkan pelaku. Pria itu tewas dengan luka tembak.
Wardiani seorang warga Desa Bayanan, Kecamatan Daha Selatan yang berada tidak jauh dari Mapolsek setempat tidak menyangka insiden bakal sejauh itu. Dia yang melihat ada kebakaran mobil, sejatinya hendak melaporkan ke kantor polisi. "Ternyata di dalam polisi ada ditimpas orang pakai samurai,” katanya.
Saat kejadian tersebut, suasana dalam Mapolsek terlihat gelap. Wardiani mengatakan warga tidak ada yang berani masuk dan menolong anggota yang terluka parah.
Apa motif yang melatari penyerangan ini?
Tidak ada keterangan yang bisa diambil dari pelaku, karena keburu tewas. Namun dari atribut yang ditinggalkannya, ada kemungkinan Abdurrahman adalah seorang lone wolf atau teroris yang bergerak tanpa koordinasi jaringan.
Dia meninggalkan stiker bendera kecil yang selama ini dijadikan ISIS, sebuah organisasi teroris dunia, sebagai lambang mereka. Hal ini dikuatkan dengan surat yang ditulisnya.
Surat yang diketik tangan itu berjudul "Jalan ini Hanya Untuk Islam". Isinya antara lain catatan pelaku bahwa dia "telah datang hari ini untuk memerangi Thogut".
Dia juga menulis bahwa "Jihad ini tak akan selesai sampai kiamat sekalipun." Karena itu, dia mengimbau kepada "ikhwan" untuk "bangun dan sadarlah."
Dalam surat itu, dia bahkan sempat menggambar bendera kecil ISIS. Dengan nama dalam tertanda yang menjadi petunjuk awal untuk namanya; Ana (saya) Abdurrahman.
Abdurrahman sendiri diketahui merupakan warga Desa Baruh Jaya, Kecamatan Daha Selatan. Dari sumber Radar Banjarmasin, Abdurrahman dikenal pendiam dan tidak terlalu bersosialisasi dengan warga sekitar. Ia diketahui pernah belajar di salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Kota Banjarbaru, meski tidak sampai selesai.
Kapolres HSS AKBP Dedy Eka Jaya tak mengomentari apapun tentang motif penyerangan ini meski beberapa alat bukti telah menunjukkan atribut organisasi radikal. "Masih dalam penyelidikan," katanya. (shn/gmp/syn/ran/ema/prokal)