Oleh Muh Arif Saleh
(Eks Ketua Litbang Bakornas LAPMI PB HMI)
Apa kabar ibu-bapak guru? Saya yakin, hari-harinya selama pandemi Covid-19, tidak sedang baik-baik saja. Ada beban dan tanggung jawab berat yang dijalani. Ada beban pikiran dan kegelisahan.
Sedikit paham itu, karena kebetulan menjadi saksi setiap hari, sebagai suami dari seorang yang berprofesi sebagai guru. Melihat langsung bagaimana beban dan tanggung jawab berat guru selama “monro bola” tiga bulan terakhir. Dari pagi hingga jelang tertidur di malam hari. Diluar kebiasaannya selama ada wabah corona di Indonesia.
Peran guru di tengah pandemi, memang jarang disebut sebagai garda terdepan “melawan” corona. Tapi, jangan pernah sama sekali mengabaikan fungsi dan perannya. Jangan menilainya, punya banyak waktu beristirahat semenjak adanya kebijakan pemerintah memindahkan proses-belajar ke rumah.
Justru masa sekarang, guru punya pekerjaan yang berlipat. Jauh lebih berat dibanding mengajar di dalam kelas. Jauh lebih sulit dibanding bertatapmuka langsung dengan siswa-siswi di sekolah, seperti sebelum ada wabah corona. Mereka tak mengenal istilah siang atau malam. Benar-benar hari yang menguras pikiran dan waktunya. Terutama guru yak tak abai dari tanggungjawabnya.
Jika sebelumnya, para guru punya tanggung jawab lebih spesifik ke anak didik, maka sekarang bertambah. Anak didik beserta orang tua siswa. Khususnya orang tua murid Sekolah Dasar (SD), dan orang tua atau wali siswa SMP. Maklum, tidak semua anak didik punya gadget dan alat komunikasi yang menjadi salah satu media perantara dalam proses belajar-mengajar via online.
Karena itu, guru dan orang tua/wali siswa mesti setiap saat berkoordinasi. Menyampaikan bahan pembelajaran untuk diteruskan ke anaknya. Atau, melalui fasilitas smartphone orangtuanya, siswa mengirimkan hasil pekerjaan tugas yang diberikan gurunya. Berkomunikasi langsung dengan gurunya.
Hanya saja, cara ini tidak semua berjalan lancar dan efektif. Mengingat, tidak sedikit keluarga anak didik punya alat komunikasi yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi memadai. Seperti smartphone. Terutama di pedesaan dan daerah terpencil. Bahkan di wilayah perkotaan saja, kendala ini masih sering dihadapi para guru.
Belum lagi bila menghadapi karakter orang tua/wali yang terkesan cuek. Tak mengarahkan anaknya mengikuti proses-belajar yang disampaikan gurunya. Masa bodoh mengingatkan anaknya mengerjakan tugas yang diberikan gurunya. Atau pura-pura lupa menyampaikan jika ada penugasan dari guru.
Begitu pula dengan sebagian peserta didik yang tergolong malas. Kadang diberikan tugas, namun tak dikerjakan. Pun dihubungi berulangkali, tapi tak ada respon atau jawaban. Ditambah lagi yang memang di rumahnya tak ada yang punya alat komunikasi. Dan tidak berinisiatif mendatangi langsung rumah gurunya.
Situasi ini, membuat guru serba dilematis. Di sisi lain, bagian tanggungjawabnya untuk terus memastikan proses belajar-mengajar tetap berlanjut di tengah pandemi. Namun tak sampai hati juga membiarkan ada anak didiknya yang ketinggalan pelajaran. Meskipun mereka sudah menggunakan segala cara menghubungi, atau mendatangi langsung rumah orang tua siswa.
Tugas dan tanggung jawab yang tak kalah beratnya dihadapi sejumlah guru, adalah persiapan ulangan atau ujian sekolah secara online. Harus memastikan terlebih dahulu semua anak didiknya punya perangkat teknologi yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal-soal ujian. Minimal meminjam sementara ke keluarga atau kerabat yang lain, bila di dalam rumahnya tak ada alat komunikasi yang terhubung dengan internet.
Pun pemeriksaan hasil ujian dan tugas, juga tak kalah ribetnya. Membutuhkan kesabaran dan menyita banyak waktu. Harus melihat dulu kiriman siswa melalui fasilitas media, seperti WhatsApp. Lalu memeriksa dan menginputnya satu-satu ke laptop/komputer, sebelum menyerahkan nilainya ke masing-masing wali kelas.
Itu kalau lancar dan semua peserta didik mampu memenuhi fasilitas teknologi yang disyaratkan. Mengerjakan sesuai waktu yang ditentukan. Tetap mengikuti proses belajar melalui program di salah satu siaran TV. Sebab bila tidak, guru mesti siap-siap mencari tahu kediaman orang tua siswanya untuk didatangi langsung. Itu juga kalau mereka sedang berada di rumah. Tidak berpergian ke luar daerah.
Tak sampai disitu, ada kewajiban yang tak boleh dikesampingkan. Kalau tidak salah tentang pembuatan perangkat pembelajaran. Seperti silabus, RPP, dan laporan pertanggungjawaban lainnya. Mesti diselesaikan para guru sesuai batas waktu yang ditentukan. Tak ada istilah toleransi menunda, kendati beban berlipat akibat proses belajar-mengajar di rumah. Persiapan menyambut tahun ajaran baru tetap berjalan.
Tambahan lainnya, tentu saja adalah guru yang sekaligus wali kelas. Selain wajib menjalankan tanggung jawab di atas, mereka mengontrol nilai yang dikirimkan guru bidang studi di e-Rapor sekolah setelah proses ujian siswa/anak didik. Termasuk harus setiap saat berkoordinasi dengan orang tua dari anak walinya.
Pertanyaannya, apakah semua guru bisa cepat beradaptasi dengan situasi pandemi ini? Bisa menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab secara cepat dan tepat waktu dengan beban berlipat?. Jawabannya, tidak semuanya.
Tidak semuanya, karena saya mengambil patokan dari istri yang sejak 2009 tercatat sebagai guru SMP. Ia tergolong mampu menyusun dan mengisi format laporan, perencanaan melalui laptop/komputer. Juga tak kaku dalam menerapkan proses-belajar secara online. Wilayah tugasnya pun di perkotaan yang akses informasi dan fasilitas teknologinya lebih terjangkau dibanding di wilayah terpencil.
Tapi, ia masih kadang kewalahan dan pusing. Padahal dari pagi hingga malam, ia sudah berusaha menyelesaikan dan menjalankan tanggung jawab itu. Terlepas dari kekurangan yang dimilikinya.
Nah, bisa dibayangkan, bagaimana dengan tenaga pendidik yang tergolong kaku atau kurang melek dengan fasilitas teknologi. Pasti jauh lebih pusing dan ribet lagi menjalankan tanggung jawab dari rumahnya.
Maklum, tidak semua guru melek teknologi. Masih banyak yang terbiasa dengan pola belajar-mengajar yang lama. Secara konvensional. Manual. Masih ada yang belum terlalu mahir menyusun laporan melalui laptop, tab atau di komputer, serta perangkat lainnya. Masih tidak sedikit, justru siswanya jauh lebih lincah mengoperasikan fasilitas teknologi.
Situasi normal saja, banyak tenaga pendidik yang kadang pusing mengerjakan dan menyelesaikan berbagai tanggung jawab, laporan, dan lainnya yang dibebankan. Apalagi sekarang, pasti jauh lebih berat lagi. Belum lagi jika menghadapi anak didik dan orangtuanya yang tergolong cuek mengenai proses belajar di rumah. Bisa-bisa ada yang stres.
Sekali lagi, masa yang dihadapi para guru saat ini, sungguh sangat berat. Bebannya berlipat. Tanggungjawabnya tak sedikit. Menyita banyak waktunya demi memastikan anak-anak kita mendapatkan hak belajar. Hak memperoleh pengetahuan. Hak mengeyam pendidikan di masa yang tak normal.
Karena itu, sebagai orang tua siswa, kita mesti memahami dan menyadari beban berat yang dihadapi para guru saat ini. Kita tak boleh abai dengan dengan itu. Kita mesti membantunya. Membantu untuk selalu mengingatkan dan mengarahkan anak-anak kita semua memenuhi tanggungjawabnya sebagai siswa.
Sehebat dan sekuat-kuatnya guru berusaha mengarahkan dan membimbing anak-anak kita. Orang tua tetap punya tanggung jawab yang besar. Akan sia-sia dan kurang maksimal usaha guru kalau orang tua tak ikut berperan aktif.
Begitu pun ke pemangku kebijakan. Jangan pernah mengorbankan guru. Haknya harus tetap dijamin. Gaji dan tunjangannya tak boleh tersendat dan dikebiri. Bila perlu diberikan reward. Sama dengan perlakuan ke sejumlah tenaga medis yang berjibaku di pandemi corona. #