"Maka dari itu dengan keberadaan Early Warning System (EWS) yakni sistem informasi mengenai ketersediaan stok komoditas hortikultura jelas sangat membantu," lanjut dia.
Sementara Kepala Balai Besar Penelitian Pengembangan Pascapanen, Prayudi Syamsuri mengatakan bahwa pengolahan, inovasi teknologi pasca panen cabai penting dilakukan. Tak melulu meningkatkan sektor ekonomi, tetapi juga meminimalisir nilai kehilangan hasil panen (food losses).
Prayudi lantas mengungkapkan, kehilangan pasca panen komoditas cabai sekitar 18,8 persen. Sementara untuk produksi cabai nasional sendiri mencapai 2.559.000 ton per tahun. "Artinya kehilangan potensi konsumsinya sekitar 276.000 ton pertahun," jelas dia.
Maka dari itu, inovasi teknologi pascapanen pertanian pada cabai menjadi sebuah keniscayaan. "Untuk cabai kita punya teknologi ozonisasi, CAS, modified atmospher storage. Untuk teknologi pengolahan cabai, ada juga minyak cabai, cabai kering, hingga cabai in brine," sambung Prayudi.
Dia menambahkan bahwa potensi ekonomi cabai amat besar. Tak hanya buahnya, cabai memiliki banyak sekali bagian yang diolah. Mulai dari daun, batang, akar hingga biji atau cabai segar.
"Lebih dari 20 varian produk dengan nilai tambah cukup baik yang bisa diolah dari cabai. Pupuk hayati, bubuk cabai, abon cabai, pasta cabai, minyak cabai, farmasi, dan masih banyak lagi," kata Prayudi.
Prayudi optimis bahwa prospek industri pengolahan cabai nasional bakal melejit. Maka dari itu butuh sinergi semuah pihak agar implementasi penerapan teknologi pascabudidaya semakin masif.