Beras Tak Layak Konsumsi, Pemasok BPNT di Sinjai Dipolisikan

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, SINJAI -- Pemasok atau suplier Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dipolisikan. Hal itu disebabkan karena beras yang disalurkan ke masyarakat tidak layak konsumsi.

Hal tersebut disampaikan oleh warga Desa Kanrung, Kecamatan Sinjai Tengah, Kamal Yahya. Dia mengatakan, sejumlah kerabatnya yang menerima BPNT perluasan akibat dampak pandemi Covid-19 mengeluh.

Pasalnya, beras yang mereka terima rusak. Sudah berwarna merah dan tidak layak konsumsi. Kamal menyayangkan insiden ini. Lantaran masyarakat dibiarkan menjadi korban.

Selain itu, dia menyoroti adanya permainan harga dalam bantuan ini. Dimana harga beras dari suplier Rp10 ribu per liter. Sementara harga berasa di pasaran dengan kualitas beras tersebut hanya Rp6.500 per liter.

Selain itu harga telur juga dimainkan dengan harga Rp60 ribu per rak. Padahal harga telur di pasar hanya Rp37 ribu per rak. Bukan hanya itu, abon yang disalurkan juga seharga Rp35 ribu per bungkus. Sementara harga di lapangan hanya Rp25 ribu per bungkus.

"Banyak sekali keuntungan yang diperoleh suplier dengan menaikkan harga, jika dihitung-hitung, harga beras, telur, dan abon hanya Rp164 ribu, tapi yang dijual suplier totalnya Rp400 ribu," urainya, Selasa (9/6/2020).

Oleh karena itu, dirinya melaporkan kejadian ke Polres Sinjai. Dia menduga adanya korupsi secara berjamaah dalam kasus ini. Bukan hanya dikendalikan oleh satu dua orang saja.

Pihaknya juga menyoroti Dinas Sosial Sinjai yang tidak peka menangani persoalan ini. "Kami sudah teriak di bawah tapi Dinas Sosial tidak merespons, jangan sampai Dinsos juga ada di dalamnya," ujarnya.

Manajer Suplier Fajar Mandiri, Ilhamuddin menjelaskan, setiap penerima BPNT perluasan mendapat bantuan Rp200 ribu per bulan yang ditukar dengan bantuan pangan seperti beras 10 kilogram, telur satu rak, dan abon satu bungkus

Untuk penyaluran bulan April dan Mei dilakukan sekali pada bulan Mei. Sehingga beras yang diterima sebanyak 20 kilogram, telur dua rak, dan abon dua bungkus senilai Rp400 ribu.

Pensiunan atau mantan Kepala Bidang Sosial pada Dinas Sosial Sinjai itu mengakui tingginya harga pangan yang ia salurkan. Namun dia berdalih jika hal itu harus dilakukan untuk membiayai beban yang dikeluarkan.

Salah satunya jasa agen. "Kami pihak ketiga, sementara kami tidak disiapkan anggaran untuk biaya penyaluran dari pemerintah, maka kami harus dapat keuntungan dengan menaikkan harga pangan," akunya.

Selain itu, jika terdapat jenis bantuan yang rusak maka pihaknya siap untuk mengganti. Hal itu sudah dilakukan selama penyaluran BPNT dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga.

"Saya selalu sampaikan ke agen untuk tidak disalurkan jika ada yang rusak tapi di Desa Kanrung tetap disalurkan, yang salah agen, harusnya itu diganti," tegasnya.

Kendati demikian, pihaknya berjanji untuk menggantikan jika ada pangan yang rusak. Pihaknya juga siap mengikuti proses hukum jika dituding melakukan permainan dalam penyaluran ini.

Kepala Dinas Sosial Sinjai, Muh Irvan mengaku telah menyampaikan permasalahan ini ke suplier untuk dicek apakah yang dikeluhkan masyarakat benar atau tidak.

"Mungkin hari ini suplier ke lapangan mengecek, jangan sampai bukan itu beras yang dimaksud," jelasnya.

Terkait harga pangan yang mahal, pihaknya akan meminta klarifikasi ke pihak suplier. Kenapa terjadi perbedaan harga dan bagaimana seharusnya. "Suplier tidak disiapkan dari pemerintah pusat, sehingga bisa saja mereka ambil bagian dari itu," kuncinya. (sir/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan