FAJAR.CO.ID, BOJONEGORO-- Melati (bukan nama sebenarnya), seorang siswi berusia 15 tahun bernasib nahas. Siswi tersebut disetubuhi seorang oknum fotografer, yakni M. Hadi. Aksi asusila di salah satu hotel wilayah Kecamatan Kalitidu.
Oknum fotografer berusia 36 tahun asal Desa Bendo, Kecamatan Kapas, itu menjebak Melati dengan iming-iming menjadi foto modelnya. Otak mesum dan kelakuan bejat Hadi membuat ibu Melati naik pitam.
Hadi pun dilaporkan ke Polres Bojonegoro 3 Juni lalu. Kedok Hadi pun terbongkar. Kepolisian menangkap Hadi, Selasa (9/6) lalu. Selanjutnya, Hadi hanya bisa menundukkan kepalanya ketika konferensi pers di halaman Mapolres Bojonegoro kemarin pagi (12/6).
Kapolres Bojonegoro AKBP M. Budi Hendrawan mengatakan, awalnya Hadi mengajak Melati kerja sama untuk jadi foto modelnya. Hadi menjanjikan gaji kepada Melati sebesar Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu.
Melati pun setuju dengan tawaran tersangka. Untuk meyakinkan Melati, Hadi membuatkan surat kontrak kerja bermaterai Rp 6.000. Surat itu ditekan pada 1 Mei.
Di dalam surat kontrak ada empat pasal. Inti dari keempat pasal itu, Melati sebagai foto model atau pihak kedua harus menuruti seluruh pemintaan Hadi sebagai pihak pertama.
Merasa tidak ada yang aneh, tanpa pikir panjang, Melati akhirnya menandatangani surat kontrak kerja. Hadi pun menandatangani sebagai pihak pertama sekaligus pemilik studio foto bernama Putra Anugrah Mandiri yang sudah berjalan sejak 2018 lalu.
“Setelah tanda tangan surat kontrak kerja, tersangka mengajak sesi pemotretan pada 6 Mei lalu,” jelasnya. Saat sesi pemotretan pertama, Melati mengenakan pakaian rapi. Lokasi pemotretannya di sebuah hutan wilayah barat Bojonegoro.
Giliran sesi kedua pemotretan dilakukan di dalam kamar salah satu hotel wilayah Kecamatan Kalitidu. Namun, pada sesi pemotretan kedua ini tersangka meminta korban agar memakai baju-baju seksi hingga bugil untuk difoto.
Melati pun menolak permintaan Hadi. Tetapi, bapak satu anak itu justru menakut-nakuti Melati dengan surat kontrak kerja yang sudah ditandatangani.
Ada tiga ancaman ditujukan kepada Melati apabila hasil foto bugilnya jelek. Ancaman pertama, Melati bersedia dijadikan pacar. Kedua, korban akan disetubuhi. Dan ketiga korban disuruh membayar denda Rp 60 juta.
“Dengan dalih dan ancaman apapun, sepertinya tersangka sudah punya niat buruk sejak awal. Tersangka menyetubuhi korban masih di bawah umur sebanyak satu kali,” ujar Kapolres.
Usai Hadi dibekuk, penyidik satreskrim mengembangkan kasus asusila bermodus fotografer itu. Ternyata korbannya bukan hanya Melati. Ada 24 korban lagi foto model dengan usia kisaran 15-25 tahun yang berasal dari Bojonegoro, Tuban, dan Surabaya.
Temuan itu, setelah penyidik satreskrim menggeledah sejumlah barang bukti. Penyidik menyita sebuah handphone (HP), selembar surat kontrak kerja, sebuah tas berisi satu set kamera DSLR, satu set komputer milik tersangka, dan satu buah harddisk atau penyimpan data.
“Di dalam komputer dan harddisk milik tersangka tersebut ditemukan ada puluhan foto-foto bugil yang mana total korbannya ada 25 orang,” kata Kapolres. Kapolres AKBP Budi Hendrawan mengatakan, modus terhadap 25 korbannya secara garis besar sama.
Tersangka mengancam korban-korbannya menggunakan surat kontrak kerja tersebut. Sebab hasil foto-foto bugil itu bukan hanya dijadikan koleksi saja. Tetapi, juga dijual ke perusahaan majalah dewasa dengan harga Rp 100 ribu per foto.
Atas perbuatan bejatnya, Hadi dijerat pasal berlapis. Penyidik menjerat pasal 81 ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Penyidik juga menjerat pasal 9 jo pasal 35 UU Nomor 44 Tahun 2004 tentang Pornografi. Ancamannya, pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 12 tahun.
Kapolres mengimbau agar seluruh masyarakat tidak mudah percaya dengan fotografer menawari pemotretan. Sebaiknya saat sesi pemotretan didampingi oleh teman, orang tua, atau saudara. Sehingga, ada rasa aman sebagai foto model.
Sementara itu, salah satu guru memastikan, tersangka bukan seorang guru honorer. Namun, hanya pengajar ekstrakurikuler musik di beberapa sekolah. Atau tenaga harian lepas.
‘’Ketika ada lomba baru diminta ngelatih. Kalau tidak ada, ya tidak diminta ngajar. Saya sendiri tak pernah bertemu dengan bersangkutan saat di sekolah,’’ ujar dia enggan disebutkan namanya. (bj/gas/rij/ai/nae/JPR)