Namun demikian, Bambang punya solusinya.
“Strategi utamanya adalah cold chain, ini pentin untuk mempertahankan kualitas produk pangan hortikultura. Selain itu, kita juga sudah lalukan beberapa PROGRAM," jelas dia.
Pertama, pengembangan paska panen yang dilengkapi dengan sarana seperti keranjang panen, precooling, sortasi, timbangan, sarana pengemasan dan pengangkutan.
Kedua, revitalisasi sub terminal agribisnis melalui cold storage, sarana pengemasan, pemasaran online, dan pengangkutan berpendingin.
"Terakhir optimalisasi pasar tani dengan kelengkapan cold storage, showcase dan pemasaran online," jelas dia.
Senada dengan Bambang, Muhammad Makky, Ketua LPPM dan Dosen Teknik Petanian Universitas Andalas berpendapat bahwa sistem rantai beku untuk komoditas hortikutura memungkinkan umur simpan yang lebih lama, sehingga kehilangan produk yang bernilai ekonomi dikurangi.
Tantangannya adalah manajemen suhu produk dari lahan sampai konsumen, khususnya setelah panen.
“Rantai beku yang ada saat ini hanya di tiga titik, yaitu Pedagang Besar, Grosir, Eksportir dan Agen. Sedangkan Produsen hortikultura umunya berskala kecil dan tidak memiliki kemampuan finansial untuk menerapkan rantai beku,” singgung Makky.
Pada aspek teknis, kecepatan proses pembekuan produk dan suhu penyimpanan khususnya pada transportasi belum standar, akibatnya, kualitas produk yang disimpan menurun dan kalah bersaing karena biaya simpan tinggi.
“ini bisa kita atasi dengan teknologi deep freeze yang memiliki keunggulan dari segi biaya dan kualitas suhu penyimpanannya. Kuncinya saat ini ada dua, Pertama, cold chain yang mampu mempertahankan kualitas produk lebih bagus, dan Kedua, memiliki rantai digital, artinya mampu dilacak kualitas, waktu, dan distribusinya,” jelasnya.