Tidak hanya tim medis yang ada di garda terdepan dan rentan terinfeksi virus korona. Penggali kubur juga.
Laporan: Muhclis Abduh
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Angka kematian pasien coronavirus desease (covid-19) di Sulsel mencapai 162 jiwa atau 2,8 persen dari total angka pasien positif. Khusus di Kota Makassar ada 121 orang. Itu belum termasuk jenazah yang dibawa pulang keluarganya diam-diam.
Hingga saat ini kasus yang meninggal itu karena ada komorbid. Penyakit penyerta. Seperti memiliki riwayat diabetes akut, jantung, dan hipertensi. Pengaruhnya 85 persen dari total pasien meninggal.
"Memang yang paling rentan yang memiliki penyakit penyerta," kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulsel, Prof Syafri Kamsul Arif.
Di balik angka-angka kematian itu ada sosok-sosok yang jasanya tidak menjadi perhatian banyak orang. Perhatian kebanyakan orang hanya pada tenaga medis, kasus positif baru, hingga ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.
Mereka adalah para penggali kuburan. Salah satunya bernama Borahima. Ia masih ingat betul, di awal April lalu saat mendapat panggilan telepon yang memberitahukannya menyiapkan kuburan.
Pemakamannya menggunakan protokol covid-19. Saat itu, panggilan tersebut masuk di subuh hari menjelang pagi.
"Nah saya bilang nda mungkin jam 4 subuh kita mau kerja. Apalagi itu jenazah dikuburkan pakai peti jadi tentu ukurannya harus disesuaikan," kata mandor di TPU Sudiang ini mengingat pengalamannya menyediakan lubang kubur untuk pasien covid-19.

Di pagi hari, ia melanjutkan, dengan memberikan instruksi ke para penggali kubur yang bertugas menyiapkan diri. Kuburan pun disiapkan dan disesuaikan dengan permintaan ukuran peti dengan lebar satu meter.
Sebagai pengalaman menggali kubur untuk pasien covid-19, ia pun mengaku ada rasa was-was dan kaget. Tetapi, sebagai bentuk tanggung jawab, ia dan petugas lainnya tetap melakukan tugas.
Setelah menggali, petugas meminta agar menjauh dari lokasi. Apalagi penggali lubang tidak ada yang memakai APD. Ada tim khusus yang mengangkat jenazah hingga menguburkan. Mobil juga dikawal TNI dan Polisi.
"Tugas kami hanya gali lubang, ada petugas yang angkat dan menguburkan. Karena itu mereka pakai baju hazmat dan standar APD lainnya," lanjutnya.
Bohari menghentikan cerita. Ia berkeliling memeriksa petugas yang menggali kubur. Memastikan lubang cukup tersedia. Maksimal 10 lubang setiap hari harus jadi.
"Sebelum dan setelah pandemi sama saja. Sepuluh lubang kami siapkan. Kita tidak tahu misalnya tiba-tiba banyak yang mau dikubur pasti kewalahan," tuturnya sembari terus mengatur pekerja menggali lubang.
Ada empat jenazah dengan status PDP Covid-19 yang sempat dikuburkan di TPU Sudiang. Tetapi, ia dan pegawai lainnya hanya sebagai penggali kubur, tak ada kontak langsung dengan jenazah.
Setelah empat jenazah, gubernur memberikan intruksi agar para korban covid-19 yang berstatus positif covid-19 dikuburkan di Macanda, Gowa.
Hanya saja itu belum cukup bagi dirinya untuk tenang saat menggali dan menguburkan jenazah. Pasalnya jenazah dengan status PDP dan ODP tetap saja dikuburkan di TPU Sudiang. "Sebenarnya itu sekarang jenazah harus dipastikan dahulu positif atau bukan. Kalau bukan, baru bisa kita terima, dikubur di sini," paparnya.
Jika bicara jumlah jenazah yang dikuburkan, selaku mandor ia menegaskan adanya peningkatan orang yang meninggal. Pada Maret jumlah jenazah yang dikubur mencapai 114. Memasuki April jumlahnya menjadi 116. Di bulan Mei ada 153 jenazah.
"Masuk 2020 ini ada peningkatan dibanding 2019 lalu itu hanya 100-an. Sekarang itu bahkan bulan Mei jenazah yang dikubur sudah sampai 153 jenazah," ujarnya.
Petugas TPU Sudiang lainnya yang juga biasa menggali kubur, Rahmat Dany mengaku dirinya pada dasarnya tetap memastikan agar aman ketika menangani jenazah. Minimal perlengkapan dasar seperti masker dan kaus tangan.
Standar memakai masker dan kaus tangan tersebut menjadi perbedaan mendasar jika dibandingkan sebelum adanya wabah covid-19. "Iya. Paling wajib pakai masker juga kaus tangan. Pokoknya standar keamanan dasar kami perhatikan," paparnya.
Ia juga memastikan setiap selesai bertugas, selalu membersihkan seluruh badan sebagai langkah pencegahan agar jangan sampai ada keluarga korban yang melayat atau anggota lain yang terkena wabah covid-19.
"Mandi menjadi harus lebih bersih dari sebelumnya. Sebelum dan selesai bertugas mandi itu wajib dilakukan," jelas pria hobi bersepeda.
Pria lajang ini akui bahwa ada rasa was-was saat menguburkan. Peluang jenazah yang dikubur punya latarbelakang terpapar covid-19 selalu terbuka. "Kami tidak tahu apakah jenazah pernah terpapar atau tidak. Keluarga juga tidak jelaskan itu karena pasti takut ditolak jenazah keluarganya," bebernya.
Rahmat juga meminta agar pemerintah bisa memberikan perhatian lebih kepada petugas yang bertugas yang bekerja di perkuburan. Pasalnya risiko pekerjaan mereka termasuk rentan untuk terpapar.
"Kami berharap ada perhatian lebih, kan masih kontrak. Kalau bisa, ya, ada insentif lah," pintanya.
Kepala UPTD Pemakaman Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar, Andi St Khadijah Amiruddin mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi agar TPU tidak menjadi sumber penyebaran covid-19.
Para petugas juga dibekali dengan dengan APD standar untuk memastikan keselamatan para petugas. Setiap hari juga selalu melakukan pengecekan APD.
Selain itu, selama pandemi Covid-19 pemakaman yang berada di bawah kelolanya ikut menerapkan protokol kesehatan. Baik saat ada prosesi pemakaman maupun ziarah kubur.
"Cuma memang ada beberapa orang yang yang kadang membandel dengan alasan lupa bawa masker," tuturnya.
Diakuinya, ada petugas yang berjaga di setiap pemakaman. Mereka yang memantau atau mengawasi pengunjung yang datang. Salah satu yang paling ditekankan adalah mengenakan masker.
"Di TPU Sudiang itu ada wastafel khususnya disiapkan," imbuhnya. (*/bersambung)