Status tak membuat para janda berputus asa. Kehidupan yang lebih baik ke depan bersama anak-anaknya, adalah impian. Meski harus berjuang sendiri di tengah kerasnya hidup.
DEWI SARTIKA MAHMUD
Jl Urip Sumoharjo
Beberapa perempuan terlihat kompak mengenakan kaos berwarna merah jambu, ditambah jilbab biru di Kampus Hos Cokroaminoto, Rabu,1 Juli 2020.
Ada yang tengah memasang sebuah banner bertuliskan "Launching Bakso Jalan Janna" dari Yayasan Persaudaraan Janda (YAPERJA) Indonesia". Ada pula yang sedang menata beberapa wadah, sepertinya akan dipakai makan.
Memang mereka adalah kumpulan janda-janda. Beberapa di antaranya sudah memiliki anak. Soal parasnya, jangan ditanya tak kalah dengan perempuan single. Rata-rata usia mereka kisaran 30 hingga 40 tahun.
Penuh semangat, rupanya mereka tengah memperingati launching dan memperkenalkan bakso buatan mereka kepada dosen dan mahasiswa serta staf yang ada di kampus tersebut.
"Di balik status janda, kami tak ingin dilihat bergantung pada keluarga atau dikasihani oleh orang lain," tutur Ketua Yaperja, Rossa.
Rossa tersenyum. Ia mencurahkan isi hatinya. Kehadiran Yaperja baginya adalah satu keluarga baru. Untuk itu, mereka saling rangkul dalam yayasan.
Mereka memiliki niat menggerakkan perekonomian. Maka mereka membuka sebuah usaha Bakso. Namun usaha ini sudah lama diperkenalkan, namun karena pandemi maka baru kali ini ada kesempatan untuk mengajak siapapun yamg ingin mencoba.
Tinggal bagaimana mereka menjalankan dan mempromosikan usaha bakso kedepannya.
"Kami saat ini ada 50-an orang di Makassar yang akan mempromosikan bakso kami ini, perbijinya kami dapat keuantungan Rp300 perak namun inu sudah membuat kami bahagia karena halal,"ucap Rossa.
Dibalik Yaperja, ada sosok pendiri yang mengayomi. Ia Kepala Program dan Perencanaan Dinkes Sulsel sekaligus Pendiri Yaperja, namanya Hasbullah.
Baginya bahwa yayasan ini hadir untuk memperjuangkan nasib para perempuan. Apalagi dari data kementrian Agama, angka kasus perceraian kian tahun makin tinggi di Sulsel. Tahun ini kata dia, tercatat 12 ribu janda di Sulsel. olehnya itu perlu diberdayakan, supaya tidak selalu dipandang negatif.
"Bukan sekadar tempat berkumpul saja, tetapi sebagai upaya memberdayakan para perempuan untuk bisa menggerakkan perekonomian keluarganya dan membiayai hidupnya,"tuturnya.
Kata Hasbullah, ditengah pandemi, para janda-janda ini berusaha tetap menghidupi keluar dan anak-anak mereka. Menggerakkan sektor ekonomi dengan memproduksi bakso, kemudian dipasarkan dengan cara dikemas dan dipasarkan secara online salah satu cara yang ditempuh.
"Ini untuk tetap mendapat pundi-pundi rupiah, kini janda-janda ini melaunching bakso mereka dan memperkenalkan ke khalayak ramai dengan cara mencobakan,"ucapnya.
Kini kata Hasbullah, mereka telah dikenal memproduksi bakso. Bakso ini dijamin aman, pasalnya dagingnya dipasok dari fakultas peternakan Unhas. Diolahnya pun disana, sehingga tak usah khawatir akan kebersihan, sterilisasi dan rasanya.
Rektor Universitas Hos Cokroaminoto dan Pendiri Yaperja, Prof Asdar mengatakan kampus memberikan lokasi untuk melaunching dan memperkenalkan bakso para teman-teman dari Yaperja. Selain menyediakan tempat untuk promosi , juga cara membantu para janda menggerakkan roda ekonomi.
"Kita juga sudah bekerjasama, di kampus Cokroaminoto dibukakan satu lapak untuk dipakai jualan bakso ini," tuturnya.
Uang hasil keuntungan jualan bakso tersebut, sebagiannya dibuatkan koperasi. Sehingga sewaktu-waktu para anggota janda-janda ini butuh biaya sekolah anak, ataupun rumah sakit maka bisa dibantu lewat koperasi yang mereka dirikan. (wis)