Terkait peran dan wenenang OJK yang tidak efektif dalam kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Ariyo berpandangan dalam hal ini justru yang tidak efektif adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sebab, tidak mau menanggung risiko perbankan.
“Justru yang tidak efektif itu Kemenkeu. Sebab pemerintah tidak mau menanggung risiko perbankan, sehingga perbankan enggan menerapkan restrukturisasi kredit. Padahal di saat krisis seperti ini justru pemerintah harusnya yang mengambil risiko,” jelasnya.
Sementara merespon Presiden Joko Widodo akan mengembalikan regulasi perbankan ke BI dari posisi sekarang dipegang oleh OJK, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskan (BKF) Kemenkeu Ubaidi S Hamidi mengatakan, bahwa pemerintah terus berupaya melakukan evaluasi kebijakan dari sisi fiskal dan moneter demi PEN di Tanah Air akibat pandemi Covid-19.
“Evaluasi ke depan dinamika seperti apa dalam pelaksana kebijakan koordinasi antar institusi baik fiskal dan moneter untuk mendukung percepatan PEN seperti apa. Ingin melihat dinamika ke depan seperti apa,” katanya dalam video daring, kemarin (3/7).
Sejauh ini, kata dia, antara pemerintah, BI dan OJK selalu melakukan koordinasi dalam memutuskan kebijakan di sektor keuangan. “Penting bagaimana bisa dilakukan koordinasi bersama terkait pelaksanaan kebijakan,” ujarnya.
Adapun berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, dalamPasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2011 disebutkan tugas utama OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB). Lembaga keuangan non bank yang dimaksud, seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan.