FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pria berkaus abu-abu itu menggendong sebuah keranjang hijau. Dia membawa aneka potongan buah-buahan. Seperti mangga dan nanas yang diolah menjadi sebuah camilan.
Camilan itu biasa disebut manisan. Warnanya kuning. Rasanya pun memang manis. Apalagi disantap bersama garam yang telah diolah bersama cabai kecil.
Rasa manis, asin, bahkan kecut pun menyatu dalam jajanan itu yang dijual seharga Rp2 ribu per bungkus. Sangat cocok dinikmati saat cuaca sedang panas.
Apalagi saat ada aksi unjuk rasa dan sempat terjadi ketegangan antara polisi dan massa saat itu. Sebut saja pedagang manisan itu bernama Aco.
Di tengah situasi yang tegang itu, dia tetap semangat berjualan demi meraup rupiah dari hasil jualan manisannya itu.
Aco tetap berada di lokasi aksi, berdiri di atas trotoar, sambil menunggu salah satu massa yang hendak membeli dagangannya itu.
"Demi rezeki, saya tidak takut meski aksinya ricuh," kata Aco kepada Fajar.co.id, Kamis (16/7/2020).
Keselamatan dirinya juga diperhatikan dengan tetap menggunakan helm agar terlindung dari lemparan benda tumpul, dan masker yang melindunginya dari asap ban bekas yang dibakar.
Pantauan terkini di lokasi, aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law dan RUU Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sulsel berangsur mulai aman.
Aparat kepolisian sempat mengejar massa di fly over, yang terpancing emosi saat menyampaikan aspirasinya di depan kantor wakil rakyat itu.
Ada empat orang massa yang diamankan dalam aksi unjuk rasa itu. Ada juga beberapa kendaraan sepeda motor yang disita polisi pasca kericuhan terjadi.
"Omnibus Law dan RUU Cipta Kerja bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri atau sebuah inisiatif terbaru yang digagas Presiden Jokowi, untuk mengatasi hiper tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Bukan pula masalah konkrit yang dihadapi rakyat Indonesia," tulis aspirasi massa, dalam selembar kertas pernyataan sikap itu. (Ishak/fajar)