Wanita 20 Tahun Idap Lumpuh Sejak SD, Sulit Berobat Akibat Biaya dan Infrastruktur

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, GOWA -- Anna Sulfanah tak bisa bergerak dan berbicara banyak. Mulutnya seakan-akan terkunci rapat akibat lumpuh yang ia derita sejak 11 tahun lalu.

Hanya sebuah kursi plastik yang bisa membuatnya beranjak ke tempat lain. Itu pun harus meminta bantuan warga dengan cara digotong.

Tubuh wanita 20 tahun itu menderita lumpuh sejak masih duduk di bangku kelas dua SD. Hingga kini dia beranjak dewasa.

Anna sudah seperti patung yang kaku di dalam rumahnya sendiri. Tepatnya di Dusun Malenteng, Desa Erelembang, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa.

Anna merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Namun, hanya dia saja yang mengalami lumpuh di usia muda.

"Lumpuh sejak kelas dua SD. Itu mulai pertama. Awalnya tidak bisa angkat kaki dan selalu jatuh," kata ibu kandung Anna, Linda, 40 tahun.

Ibu empat orang anak ini tak tahu menahu penyebab anaknya bisa terkena penyakit lumpuh, apalagi sejak anaknya masih sekolah.

Keterbatasan biaya juga menjadi kendala untuk berobat. Mata pencaharian Linda hanyalah sebagai petani.

Dia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, setelah sang suami tercinta, Sulaiman meninggal dunia sejak tahun 2010 silam.

Sanak saudara Anna pun tak bisa banyak membantu. Apalagi soal bantuan biaya pengobatan. Kakak kandung pertama Anna, bernama Muh Tahir sudah berkeluarga.

Sedangkan dua adiknya masih berstatus sekolah. Belum bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan keluarga.

Anna sempat dibawa ke Puskesmas terdekat. Namun persoalan biaya, Linda pun mengurungkan niatnya untuk mengobati penyakit anak keduanya ini.

"Kalau mau dibawa berobat, terpaksa ditandu oleh keluarga di sini karena jalanan berlumpur. Selama sakit, anakku hanya diurut. Saya tidak punya uang berobat. Rumah sakit juga sangat jauh," tambah Linda yang duduk termenung di depan rumahnya kala itu.

Mobil ambulans sangat sulit untuk masuk ke perkampungannya itu. Jalanan rusak dan berlumpur. Itu sudah menjadi makanan sehari-hari warga di sana jauh sejak sebelum Indonesia merdeka.

"Jarak antara rumah saya sekitar tiga hingga empat jam untul bisa sampai ke puskesmas atau rumah sakit," tambahnya.

Selama sakit, Anna hanya bisa diurut oleh seseorang di sana. Dalam satu panggilan, Linda harus merogoh kantor Rp10 ribu untuk membayar jasa tukang urut itu.

Diketahui, jarak antara dusun tersebut hingga ke Sungguminasa sekitar 93 kilometer. Mereka harus melewati jalanan berlumpur, hutan belantara dan jalanan menurun menjadi medan selama perjalanan.

"Kampung kami ini memang terbilang jauh dan terpencil karena dulu ini tempat persembunyian nenek moyang kami dari penjajah. Akhirnya lahirlah dusun ini sampai beranak cucu," kata Kepala Dusun Malenteng, Andi Anjas Tamara saat ditemui beberapa waktu lalu.

Infrastruktur di dusun itu sangat parah. Jalanan berlumpur membuat warga marah dan ingin menagih janji politik para pejabat, yang sempat berkampanye di dusun itu.

Kini mereka menganggap dusun tempat tinggalnya itu diabaikan pemerintah Kabupaten Gowa. Berkali-kali minta pengaspalan jalan, namun tak kunjung terealisasi.

Dinas PUPR Kabupaten Gowa menyebut, pengaspalan jalan khususnya di Kecamatan Tombolo Pao telah dilakukan sepanjang 39,76 kilometer (Km) dari total ruas jalan 252,12 Km.

"Pengerjaan jalannya telah kita lakukan sejak tahun 2015 hingga 2019 lalu dengan total anggaran sekitar Rp47.441.643.501," kata Kepala Seksi Pembangunan Jalan Dinas PUPR Gowa, Rusdiyanto.

Dari total jalan yang telah diaspal salah satunya di Dusun Malenteng, Desa Erelembang telah menyasar sepanjang 5,67 Km dari 7 Km.

"Setiap tahun Kecamatan Tombolo Pao selalu mendapat jatah pengerjaan jalan yang tersebar dibeberapa desa atau dusunnya," katanya lagi.

Meski demikian, untuk 2020 ini kecamatan yang berada di ujung wilayah Kabupaten Gowa ini dan tidak mendapatkan jatah pengerjaan jalan dikarenakan adanya pemotongan anggaran ditengah pandemi virus corona atau Covid-19 di Butta Bersejarah ini. (Ishak/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan