Kemendikbud Dicurigai Buat POP untuk Serap Anggaran

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID,JAKARTA -- Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi bahan perbincangan. Pasalnya, banyak permasalahan yang timbul dari program tersebut. Bahkan, sudah ada tiga lembaga besar yang mengundurkan diri dari POP Kemendikbud.

Mulai dari Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdatul Ulama (NU), Persyarikatan Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim pun menilai bahwa apa yang dilakukan Kemendikbud ini hanya semata-mata menyerap anggaran dengan dalih peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.

“Kami khawatir ini semacam mengejar menyerap anggaran saja. Saya menantang bisa ngga dibuka profil organisasi itu,” tegas dia dalam webinar, Jumat (24/7).

Apalagi di masa pandemi ini, tatap muka pun jarang terjadi dan tentunya mengurangi penyerapan anggaran. Pemerintah pun juga telah melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp 3,3 triliun di Kemendikbud. “Ada potensi konflik kepentingan, apalagi sekarang tatap mukanya terbatas, akan ada potensi anggaran yang tidak terserap,” terang dia.

Kemendikbud Buka Suara

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menanggapi atas keluarnya PP Muhammadiyah dan Lembaga Lembaga Pendidikan Maarif Nahdatul Ulama (NU) dari Program Organisasi Penggerak.

“Kami menghormati setiap keputusan peserta Program Organisasi Penggerak. Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak sesuai komitmen bersama bahwa Program Organisasi Penggerak bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,” ujar Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud Evy Mulyani kepada wartawan, Rabu (22/7).

Dirinya pun memberikan penegasan bahwa program tersebut telah dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat.

“Evaluasi dilakukan lembaga independen, SMERU Research Institute, menggunakan metode evaluasi double blind review (tidak ada yang tau siapa ormas dan evaluator) dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi. Kemendikbud tidak melakukan intervensi terhadap hasil tim evaluator demi memastikan prinsip imparsialitas,” jelasnya.

Kembali ia sampaikan, program ini merupakan sebuah kegiatan untuk memberdayakan komunitas pendidikan Indonesia dari mana saja. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas belajar anak-anak Indonesia yang fokus pada keterampilan fondasi terpenting untuk masa depan SDM Indonesia, khususnya literasi, numerasi dan karakter.

“Ini merupakan kolaborasi pemerintah dengan komunitas-komunitas pendidikan yang telah berjuang di berbagai pelosok Indonesia. Sebuah perjuangan bersama, gerakan kolaborasi, dan sinergi untuk satu tujuan anak-anak Indonesia dan kualitas belajar mereka. Anak-anak adalah harapan dan masa depan bangsa Indonesia. Ini adalah sebuah gerakan gotong royong,” pungkasnya. (jpc)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan