FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Hadi Pranoto soal obat korona saat diwawancara dalam kanal youtuber Anji sudah memicu kegaduhan di muka publik. Klaim dari pria yang mengaku bukan profesor itu harus bisa dipertanggungjawabkan.
Bila pernyataan itu mengandung unsur kebohongan, maka bisa berimplikasi ke ranah hukum.
Pengamat hukum Universitas Pancasila Dea Tunggaesti mengingatkan, kebebasan menyebar informasi mesti diiringi tanggung jawab untuk memastikan informasi yang disampaikan tidak mengandung kebohongan.
“Informasi yang tidak berdasarkan fakta atau bohong bisa berdampak buruk ke masyarakat. Apalagi terkait pandemi Covid-19 yang masih diliputi tanda tanya ini menyangkut nyawa orang banyak. Ada baiknya semua pihak menahan diri dan berhati-hati,” ujar Dea Tunggaesti dalam keterangan persnya, Rabu (5/8).
UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyatakan, pelaku penyebar kabar bohong diancam penjara maksimal 6 tahun dan atau denda paling besar Rp 1 miliar. “Jadi ancaman pidananya tidak main-main,” imbuhnya.
Dea mengimbau semua pihak untuk selalu berhati-hati, melakukan verifikasi terlebih dulu sebelum menyebar informasi ke publik. Begitu juga seorang youtuber. Dia yang mengundang seseorang di kanalnya juga tak bisa berkelit dan harus tanggung jawab. “Semestinya si youtuber harus mencari tahu siapa narasumber yang akan diundang dalam kanalnya. Meneliti dulu rekam jejaknya,” tandas Dea.
Menurut Dea, hidup di era media sosial adalah hidup ketika era ketika semua orang bisa menjadi produsen informasi. Semua orang berlomba untuk mendapat perhatian publik.