Penyelamatan Pulau Kayangan dan Lae-lae, JPN Diminta Ajukan Gugatan

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--- Penyelamat aset Pemkot Makassar, yakni Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae terkesan jalan ditempat. Pasalnya hingga kini belum ada titik terang atas kedua aset tersebut.

Jika ditarik kebelakang penyelamatan aset Pemkot Makassar tersebut sudah pernah diupayakan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejari Makassar sejak tahun lalu. Jalur non litigasi yang ditempuh bahkan kandas, karena tidak ada kata kesepatan antara kedua belah pihak.

Bayangan kejadian serupa juga kini mulai muncul ketika penyelamatan kedua aset tersebut ditangani oleh JPN Kejati Sulsel. Sejak MoU antara Pemkot Makassar dengan Kejati Sulsel pada Juni hingga sekarang belum ada titik terang. Pihak JPN masih melakukan pendekatan non litigasi, belum ada arah litigasi.

Pakar Hukum UMI, Prof Hambali Thalib mengatakan kalau langkah non litigasi tidak ada titik temu maka JPN bisa melakuan dua opsi sebagai pengacara negara. Pertama melalui gugatan perdata dalam bentuk pengosongan dan ganti rugi. Kedua melalui proses pidana kalau ada indikasi pidana. Misalnya ada dugaan pemalsuan surat-surat bukti penguasaan atau perjanjian serta tindak pidana penyerobotan aset pemerintah.

"Dalam kasus seperti ini JPN harus serius mau bertindak, jangan setengah setengah. Bahkan JPN bisa melakukan ke PTTUN kalau ada indimikasi penguasaan didasarkan atas keputusan pejabat publik seperti BPN, atau instansi lain yang terkait dengan obyek sengketa," kata Prof Hambali Thalib, Senin (24/08/2020).

Guru besar Fakultas Hukum UMI ini juga menuturkan sepemahamannya pulau kecil dan tanah tumbuh termasuk pesisir adalah milik negara atau pemerintah. Sehingga tidak ada dalil yang membenarkan sebagai pemilik. Yang ada hanya penguasaan berdasarkan kontrak kerjasama dengan pemerintah. Sistemnya bagi hasil atau atas dasar hak pakai atau hak guna usaha yang punya batas waktu. Dan dengan berakhirnya batas waktu otomatis obyek kembali ke pemerintah sebagai pemilik aset bukan justru berali menjadi milik pengelola dengan berbagai alasan.

"Intinya pulau tanah tumbuh adalah milik pemerintah atau negara sehingga kalau ada dalil atau alasan sudah menjadi milik, siapa yang menjual? Siapatahu ada menjabat yang memperoleh untung atau menyalahgunakan kewenangannya yang melepaskan obyek. Kalau itu yang terjadi, gugatanya melalui TUN," bebernya.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Firdaus Dewilmar mengatakan penanganan penyelamatan aset memang mendahulukan non litigasi. Namun jika tidak bisa, maka digunakan pendekatan litigasi. Namun Surat Kuasa Khusus (SKK) harus ditingkatkan menjadi litigasi.

"Harus ada surat kuasa untuk melakukan gugatan atau persidangan. Sehingga tugasnya JPN menjadi kuasa hukum," tambahnya. (edo/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan