FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pengalihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN), baik PNS maupun PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) masih membuat honorer K2 cemburu berat.
Mereka kesal karena begitu mudahnya pemerintah menerbitkan PP 41 Tahun 2020 yang menjadi regulasi pengalihan status tersebut.
Menurut Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih, wajar-wajar saja bila mereka cemburu ke pegawal KPK. Tanpa melewati perjuangan, status PNS maupun PPPK otomatis bisa mereka sandang. Berbeda dengan honorer K2 yang harus berdarah darah berjuang. Itu pun sampai sekarang masih belum jelas.
"Ya, kalau teman-teman kecewa, kesal, cemburu, wajar toh. Namanya manusia biasa. Mau pegawai KPK senang atau enggak diangkat menjadi PPPK dan PNS hak mereka. Kami hanya melihat dari sisi kebijakannya," kata Titi kepada JPNN.com, Selasa (25/8).
Kenapa, lanjut Titi, pegawal KPK yang sudah sejahtera di lembaga adhoc malah mau dipaksa jadi PNS maupun PPPK.
Sementara honorer K2 yang sudah puluhan tahun berharap dan hidup di bawah standar kehidupan layak malah tidak diperjuangkan pemerintah.
"Apa mungkin honorer K2 ini kurang tajinya ya makanya sengaja dibiarkan. Kalau pegawai KPK tajinya tajam makanya mau ditumpulin," ujar Titi dengan nada kesal.
Titi mengaku kewalahan menerima pertanyaan kawan-kawannya terkait alih status pegawal KPK ini. Di lapangan, beredar kencang bahwa begitu enak pegawai KPK. Tidak berjuang, tidak minta status PNS maupun PPPK tetiba dikasih begtu saja aturan untuk jadi ASN.
"Memamg aneh, yang enggak minta dan enggak mau jadi ASN dikasih regulasi. Honorer K2 yang minta terus dipersulit dengan berbagai alasan yang dibuat-buat," tandasnya. (jpnn/fajar)