Muhammad Kholid Sebut Pemerintahan Jokowi Sedang Putar Balik ke Otoritarianisme

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid mengkritik keras proses berdemokrasi di era Presiden Jokowi. Ia menyebutnya Indonesia sedang putar balik ke belakang menuju Otoritarianisme.

Kholid melihat demokrasi Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga hari ini memiliki beragam corak dan kekhasan. Pada saat orde baru, Presiden Soeharto lebih mementingkan pembangunan dibandingkan demokrasi. Kemudian, usai reformasi, terjadi ledakan keinginan untuk menjalani kebebasan dalam bingkai demokrasi.

“Tapi di era Jokowi ada analisis dari seorang Indonesianis asal Australia yang menyebut demokrasi saat ini turn around alias sedang putar balik menuju otoritarianisme. Meski tidak eksplisit tapi tanda-tanda itu sudah muncul,” terang Kholid dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Kamis (27/8).

Bahkan, menurut Kholid, pada era pandemi dirinya justru melihat pemerintah sedang melakukan justifikasi untuk melepaskan nilai-nilai dasar dari demokrasi.

“Misalnya lewat Perppu Korona, judulnya untuk Korona tapi di dalamnya digolkan Omnibus Law untuk perpajakan kemudian memangkas kewenangan legislasi, bahkan untuk APBN-P tidak perlu UU cukup dengan Perpres,” ujar dia.

Karena itu, PKS berani berdiri sendiri untuk menolak Perppu Covid yang kemudian disahkan menjadi UU oleh DPR. Semlentara DPR seolah menyerahkan brangkas fiskal negara diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah.

“Termasuk RUU Omnibus Law yang melakukan sentralisasi dengan banyak mencabut kewenangan daerah. Ini pemerintah seperti setahap demi setahap sedang melegitimasi otoriter secara konstitusional,” sebut Kholid.

Kemudian, lanjut Kholid, saat ini ada ketakutan masyarakat sipil untuk bersuara. Bahkan komedian yang mengetengahkan konteks lawakan dalam bingkai kritik diserang kebebasan berekspresinya.

“Pemerintah malah fokus membangun pasukan buzzer sebab tanpa buzzer mereka khawatir, kebijakannya tidak legitimate,” papar Kholid.

Kholid melihat, anak-anak muda tetap memiliki peluang untuk menjadi solusi di tengah demokrasi yang saat ini sedang putar balik tersebut.

“Kita bisa berperan di tiga sektor. Sektor publik yakni politik dan pemerintahan dimana PKS ada di dalamnya. Sektor swasta dan sektor ketiga. Ini anak muda bisa ambil bagian,” ujar dia.

Sepakat dengan hal tersebut, Pengamat Ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menyampaikan anak muda dapat berperan sebagai penggerak ekonomi Indonesia meski kondisi Indonesia saat ini cukup amburadul.

“Infrastuktur kita jelek, bandwith speed kita jelek, konektivitas kita jelek, belanja APB kita jelek, tapi ada satu komponen yang saya masih percaya bisa menyelamatkan Indonesia, yaitu adalah business agility. Anak-anak muda ini di tengah keterbatasan, masih punya inovasi, masih punya kemauan untuk bekerja,” ungkap Bima.

Bima menekankan peluang ini tentu harus disikapi dengan sikap optimistis. Walaupun pemerintah kelihatannya masih nyaman dengan kebijakan-kebijakannya suram dan menyisakan ampas bagi generasi muda kedepannya.

“Tapi kitah harus tetap optimis melihat diri kita sendiri, melihat anak muda sendiri. Karena tanpa 1 rupiah pun sebenarnya anak-anak muda ketika diberi kesempatan itu, bisa menyerap tenaga kerja dan bisa menggerakan perekonomian,” pungkas Bima.‎ (jpc/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan