“Dalam membangun MNP, kami selalu berupaya untuk tidak pernah luput dari mitigasi terhadap lingkungan sekitar. Kami juga selalu berusaha memperkuat ekosistem laut dengan menggunakan material alam, di mana sistem konstruksi menjadi habitat baru bagi ikan-ikan yang ada,” ujarnya.
Menurutnya, kesuksesan Indonesia Timur ditentukan oleh pembangunan MNP sebagai salah satu proyek strategis nasional yang kini pembangunannya memasuki tahap lanjutan 2019 hingga 2022 dengan progress per 22 Agustus 2020 telah mencapai 39,55% dan kegiatan yang dilakukan adalah soil replacement dan reklamasi.
“Proyek ini juga mengusung program pemerintah yaitu padat karya. Di mana untuk pembetonan dan pemasangan paving block, 100% menggunakan padat karya,” kata Arwin.
Dia juga menepis isu yang berkembang bahwa Boskalis sebagai pihak penambang sudah melakukan pengerukan pasir sedalam 90 meter, sedangkan alat yang selama ini digunakan hanya mengeruk pasir permukaan sekitar 2 meter.
“Selain itu, kami juga ingin meluruskan [lagi-lagi] isu yang berkembang, yang mengatakan pasir yang dikeruk sebanyak 4 miliar kubik. Padahal kebutuhan kami hanya sekitar 10 juta kubik. Kalau 4 miliar kubik, kami sudah bisa membangun Pulau Sulawesi yang baru, bukan hanya MNP,” tukas Arwin.
Terkait isu bahwa kapal Boskalis juga melakukan aktivitas tambang sepanjang perjalanan dari MNP ke lokasi penambangan, dia mengatakan itu juga tidak benar. Arwin menuturkan bahwa kapal yang digunakan Boskalis untuk melakukan aktivitas tambang sudah sangat canggih dan bisa terdeteksi jika melakukan kegiatan di luar lokasi yang sudah ditentukan.