Subsidi Pulsa untuk Siswa, Guru, Mahasiswa, dan Dosen

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA–Masalah kuota internet yang kerap menjadi keluhan selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) akhirnya terjawab.

Pemerintah bakal memberikan subsidi kota internet bagi siswa, guru, mahasiswa, hingga dosen. Tak main-main, anggarannya mencapai sekitar Rp 8,9 Triliun.

Kabar tersebut disampaikan secara langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, di Jakarta, kemarin (27/8).

Ia mengatakan, pihaknya sudah melakukan perjuangan internal untuk bisa mendapatkan anggaran tambahan untuk menjawab kecemasan masyarakat dalam masa PJJ. ”Kecemasan terbesar pulsa, pulsa, pulsa,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, dengan dukungan beberapa menteri terkait, pihaknya akhirnya mendapat anggaran pulsa untuk PJJ. Besarnya sekitar Rp 8,9 Triliun untuk 2020. ”Akan kami kerahkan untuk pulsa siswa, guru, mahasiswa, dan dosen selama 3-4 bulan ke depan,” ujarnya.

Lebih detail, Nadiem menjabarkan, dari total anggaran Rp 8,9 Triliun, sekitar Rp 7,2 Triliun akan dialokasikan untuk subsidi kuota internet mulai September-Desember 2020. Nantinya, siswa akan mendapat 35 GB/bulan, guru dijatah 42 GB/bulan, mahasiswa dan dosen 50 GB/bulan.

”Ini yang sedang kami akselerasi secepat mungkin agar bisa cair. Harapannya, agar dapat membantu proses PJJ,” papar Nadiem.

Kemudian, Rp 1,7 Triliun bakal digunakan untuk tambahan tunjangan profesi baik guru, dosen, maupun guru besar. Harapannya, kebijakan ini dapat membantu perekonomian para penerima tunjangan di masa krisis seperti saat ini.

Dana tersebut, kata Nadiem, berasal dari optimalisasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta dukungan anggaran Bagian Anggaran dan Bendahara Umum Negara (BA BUN) 2020 dengan total anggaran sebesar Rp 8,9 Triliun. kemudian, untuk subsidi kuota guru akan dibiayai melalui realokasi anggaran Program Organisasi Penggerak (POP) yang pelaksanaannya diundur menjadi tahun depan.

”Dana akan digunakan untuk kebutuhan pandemi. Dana tahun ini kami umumkan akan direalokasi dalam bentuk pulsa di masa PJJ ini,” jelas mantan Bos Gojek tersebut.

Menurutnya, program ini memang sengaja ditunda. Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan keputusan tersebut. Pertama, untuk melakukan penyempurnaan POP. Kedua, memberikan

Waktu bagi organisasi penggerak untuk menyiapkan program terutama pada masa pandemi. Terakhir, untuk melakukan cek dan ricek guna menjawab kecemasan masyarakat maupun organisasi mengenai adanya organisasi yang lolos seleksi padahal tidak layak. ”Kita cek dan ricek,” sambungnya.

Sebetulnya, kebutuhan pulsa ini sendiri sudah dijawab oleh pemerintah. Kemendikbud telah merelaksasi penggunaan dana BOS. Di mana, satuan pendidikan diberi kewenangan dalam mengalokasikan dana BOS untuk penyediaan pulsa kuota internet bagi guru dan siswa. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Reguler, yang diterbitkan pada 9 April 2020 lalu.

Selain itu, ada BOS Afirmasi dan BOS Kinerja untuk 56.115 sekolah swasta dan negeri yang paling membutuhkan.

Diperkirakan, dana bakal diterima rekening sekolah di akhir Agustus 2020. ”Dana sebesar Rp 3,2 triliun juga dialokasikan untuk dana BOS Afirmasi dan Kinerja yang akan disalurkan ke 31.416 desa/kelurahan yang berada di daerah khusus,” katanya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X Agustina Wilujeng Pramestuti meminta agar tak hanya urusan pulsa yang diperhatikan. Sarana untuk PJJ pun wajib dibenahi. Pasalnya, masih banyak daerah yang kesulitan terkait akses komunikasi tersebut.

Dia mencontohkan, kejadian di Sragen, Jawa Tengah. Di mana, PJJ dilakukan melalui handie talkie (HT). orang tua mereka tak mampu untuk memiliki gawai. Bahkan dia menyebut, listrik pun terbatas di sana. ”Anak-anak berkumpul dalam sebuah ruang tamu, kemudian gurunya mengajar melalui handie talkie (HT), miris sekali memang,” tutur Politisi PDI Perjuangan itu.

Selain itu, dia mendesak agar Kemendikbud bisa menerbitkan peraturan yang mengganti semua kebijakan pendidikan pada masa pandemi Covid-19. Pasalnya, kebijakan pendidikan pada masa pandemi Covid-19 hanya berupa surat edaran.

Menurutnya, para guru dan tenaga pendidikan mengeluhkan kebijakan yang hanya berupa surat edaran. Sehingga, tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengubah peraturan perundang-undangan. Dikhawatirkan, bila guru melakukan yang melakukan terobosan justru dikira melanggar aturan hukum.

Senada, Jubir Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia menyebut bantuan itu semata-mata untuk mendukung pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sistem daring atau pertemuan online. Agar mengurangi beban siswa atau orang tua murid dalam membiayai belajar daring. ’’Karena sifatnya daring, maka pulsanya berupa kuota internet,’’ terangnya.

Angkie tidak menampik bahwa sistem PJJ membawa efek samping yang cukup berat bagi sebagian siswa dan orang tua. ’’Khususnya bagi keluarga ekonomi rendah,’’ lanjutnya. Kendala utama tentu saja ketersediaan kuota internet untuk mengikuti proses PJJ dengan lancar. Namun, PJJ mau tidak mau tetap harus dilakukan.

Karena PJJ merupakan respons atas situasi pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan pertemuan tatap muka dilakukan. Mengingat, pertemuan tatap muka membawa risiko kerumunan di dalam ruang kelas yang bisa menimbulkan potensi penularan Covid-19. Bantuan itu diharapkan bisa memperlancar proses PJJ khususnya yang dilakukan secara daring.

Pada bagian lain, rencana pemberian pulsa kepada PNS ini mendapat masukan dari Komisi VII DPR. Anggota Komisi VII Eddy Soeparno menilai perlu ada kriteria jelas jika memang ingin memberlakukan pemberian bonus pulsa bagi PNS yang bekerja dari rumah.

“Jangan hanya sekedar PNS lalu diberikan sumbangn bonus pulsa. Kia harus lihat yang punya kepentingaan terhadap pengunaan pulsa saat ini,” jelas Eddy. Menurutnya, barisan yang paling membutuhkan pulsa untuk komunikasi saat ini selain tenaga medis adalah tenaga pengajar.

Eddy menyoroti kondisi guru-guru, terutama yang ada di daerah, yang harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh. “Jadi menurut saya kalau memang ada dana alokasi ke situ (pemberian pulsa), dibuat skala prioritasnya. Dan prioritas tertinggi salah satunya adalah guru-guru,” tegasnya.

Apalagi, lanjut dia, masih banyak guru yang saat ini berstatus honorer dengan penghasilan terbatas. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pulsa saja sudah sangat berat bagi mereka. Dan untuk bantuan pulsa bagi guru pun perlu kriteria yang jelas juga. Intinya, pemberian bantuan pulsa ini harus memiliki kriteria pasti agar tidak salah sasaran. (mia/byu/deb/JPG/r6)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan