FAJAR.CO.ID,MAKASSAR-- Pembahasan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang pengawasan dan pengendalian, pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol (Minol) memang telah resmi disetop. Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo telah mengetuk palunya menghentikan pemabahasan ke taraf selanjutnya.
Namun bias-bias polemik masih tersisa. Perdebatan dan beda presepsi antar fraksi di DPRD Kota Makassar yang pro revisi dan yang kontra tak dapat dielakkan.
Fraksi Demokrat dan Gerindra berada di poros pro revisi yang begitu ngotot Perda nomor 4 tahun 2014 ini dirubah. Sementara enam fraksi lainnya menolak Ranperda ini dilanjutkan. Masing-masing adalah Golkar, PAN, PPP, PKS, Nasdem, dan Nurani Indonesia Bangkit. Adapun fraksi PDI Perjuangan memilih abstain.
Ketua Fraksi Demokrat, Abdi Asmara menepis anggapan bahwa tujuan merevisi Perda adalah pelemahan. Justru sebaliknya, perubahan nantinya akan memperkuat pasal per pasal dalam Perda itu.
"Fraksi Demokrat ingin menghentikan peredaran miras di Kota Makassar. Catat itu! Bagaimana caranya kita menghentikan kalau tidak direvisi perda ini, kita harus paham itu, kalau tetap melegalkan perda ini, peredaran miras akan tetap berlanjut," tegas Abdi usai sidang paripurna di Gedung DPRD Kota Makassar, Jumat (11/9/2020) petang.
Ia mendesak, tidak boleh lagi ada izin-izin yang dikeluarkan terkait tempat penjualan miras di Makassar. Dengan mengubah Perda Minol ini, maka celah akan adanya pembukaan izin atau pelebaran tempat jual minol bisa ditindak sesuai aturan.
"Kita melihat Perda tahun 2014 ini ada celah dan kelonggaran khususnya bagi pengecer-pengecer minol. Dengan adanya revisi perda 2014 ini pada pembahasan tentunya kita akan perketat dan persempit. Bukan malah dinilai melemahkan. Keliru itu," tukasnya.
Lagi-lagi Abdi menegaskan pembahasan revisi bukan untuk melegalkan atau memperlebar tempat jual minol seperti argumen anggota fraksi yang kontra. Revisi ini justru akan membatasi dan mempersempit peredaran dan penjualan minol. Termasuk nantinya terkait penjualan minol secara online.
"Misalnya pelonggaran dalam memberikan izin. Terus, tempat-tempat yang diatur oleh Perda itu ada 5 tempat itu yang harus kita perkecil. Tidak boleh lagi ada Cafe, yang boleh itu hotel bintang 5 karena berkelas kan," jelas Abdi yang juga Ketua Komisi C DPRD Makassar.
"Bukan memperlebar. Tidak ada pelebaran, justru kita memperketat. Bagaimana kita mau mengawasi mereka kalau tidak ada aturan. Termasuk online juga belum diatur di Perda 2014 ini. Apa dasarnya kita melarang dan menegur jika tidak ada aturan," pungkasnya lugas. (endra/fajar)