FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Penangkapan yang dilakukan Polair Polda Sulsel terhadap beberapa massa aksi, nelayan, dan aktivis kembali terjadi, pada Sabtu (12/9/2020).
Berdasarkan kronologi yang beredar sekitar pukul 06.00 Wita kapal Boskalis kembali melakukan aktivitas tambang pasir di lokasi tangkap nelayan yang mengakibatkan masyarakat Pulau Kodingareng bersiap untuk melakukan aksi penghadangan dan mengusir kapal PT Boskalis.
Diketahui, dari aksi penghadangan yang dilakukan nelayan yang didominasi oleh perempuan itu, sebanyak 45 kapal lepa lepa dan 3 perahu jolloro dikerahkan untuk menghadang PT Boskalis.
Usai aksi penghadangan selesai, PT Boskalis maupun massa aksi mulai meninggalkan lokasi penambangan, namun sekitar pukul 09.53 tiba-tiba sekoci milik Polairut datang dan menghadang serta merusak perahu jolloro dan kapal lepa-lepa milik nelayan.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Ibrahim Tompo membenarkan hal tersebut. Menurutnya, penangkapan dilakukan lantaran beberapa nelayan melakukan aksi pelemparan bom molotov terhadap kapal PT Boskalis.
"Pukul 09.00 Wita kapal didatangi beberapa nelayan dan Walhi meminta untum menghentikan kegiatan dengan melempari batu dan Bom Molotov ke atas dek kapal sehingga menimbulkan kebakaran di beberapa titik dan melakukan pemotongan kabel listrik peneumatic sehingga kapal tidak bisa melakukan pengerukan di satu sisi," ucapnya, saat dikonfirmasi Sabtu (12/9/2020).
Meski terdapat sedikit perbedaan statement, Kombes Ibrahim Tompo, menjelaskan bahwa sekitar pukul 09.30 kapal PT Boskalis didekati oleh sekitar kurang lebih 20 katinting dan 3 perahu jolloro.
"Kapal jolloro dan katinting itu langsung melakukan tindakan anarkis terhadap kapal Queen yaitu dengan melemparkan bom molotov dan merusak bagian kapal yakni kabel peneumatic listrik dan beberapa kabel lain yang tersambung ke drag head," lanjutnya.
Ada pun nama-nama nelayan, massa aksi, dan aktivis yang diamankan oleh pihak Polairut yakni Rahmat, Hendra, Mansur, Andi, Nawiruddin, Ansar, Irwan, Rijal, Nasar, Dg Takim dan Muh Mansurulloh.
Sementara, Koordinator Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP), Ahmad melaporkan kondiri terkini bahwa ke 11 nelayan dan aktivis yang ditahan tersebut telah didampingi oleh LBH Makassar dan beberapa pengacara.
Hanya saja, kata dia, pihak Polairut tidak memberi akses masuk kepada LBH Makassar dan pengacara hukum untuk memberikan pendampingan hukum.
"Mereka dipersulit pendampingan hukumnya. Kasihan juga keluarga, teman, saudara mereka yang pasti menunggu kabar dari 11 teman yang ditahan sekarang," ujarnya saat dikonfirmasi fajar.co.id, Sabtu (12/9/2020).
Ahmad mengaku, pihaknya saat ini melakukan aksi dan menuntut agar ke-11 nelayan dan aktivis tersebut dapat dibebaskan.
"Saya bersama teman-teman sekarang menggelar aksi dari pagi dan kita menuntut untuk bebaskan 11 teman-teman kami dan tolong untuk dihentikan proyek tambang pasir ini," tandasnya. (anti/fajar)