FAJAR.CO.ID -- Jaksa di Indonesia dianggap serakah lantaran mau mengambil banyak tugas dan fungsi penegakan hukum. Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 pun menjadi sorotan karena ada perluasan wewenang bagi jaksa, yakni bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penuntutan sebagaimana tertulis di Pasal 1 Ayat (1).
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, ada kesan Kejaksaan serakah terhadap wewenang dan tugas dalam penegakan hukum. Karena, semua tugas dan fungsi ingin mereka ambil melalui revisi Undang-Undang Kejaksaan.
Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
“Ya serakah, terkesan jaksa selain menjadi penuntut, penyidik juga, advokat juga. Karena itu, harus dibatasi,” kata Fickar, Sabtu (26/9).
Menurut dia, kewenangan jaksa sebagai penyidik harus dibatasi dan diletakkan pada proporsinya yakni hanya menangani perkara tindak pidana tertentu saja. Karena, selama ini penyidikan selain polisi juga bisa dilakukan oleh PPNS atau penyidik PNS Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi jika ingin diberikan fungsi penyidikan, itu hanya pada tindak pidana tertentu saja seperti tipikor (tindak pidana korupsi) dan TPPU (tindak pidana pencucian uang). Jadi harus jelas dan pasti dalam perkara apa, bukan dalam arti penyidik secara umum,” ujarnya.